Foto: Tribun Kaltim edisi Kamis, 7 April 2011 19:31
I.
PENGANTAR
Teluk Balikpapan adalah pusat
keragaman hayati paling kaya di Asia. Hutan mangrovenya menjadi
salah satu tempat , dari enam daerah di dunia yang memiliki populasi bekantan (Nasalis
larvatus) terbanyak. Di habitat Teluk ini juga hidup berbagai hewan
langka dan dilindungi seperti Pesut Mahakam, Ikan Duyung, Penyu Hijau (Chelonia
midas) Beruang Madu, Macan Dahan, Buaya Muar dan satwa langka lainnya yang
semakin terancam keberadaannya. Keragaman lain yang juga akan terancam
adalah Hutan Primer Dipterocarpaceae, padang
lamun dan terumbu karang, lebih dari 100 jenis
mamalia, 300 jenis burung, 1000 jenis pohon, dan lain-lain.
Berdasarkan letak geografinya Teluk Balikpapan
merupakan tubuh perairan yang mengarah kedaratan dan dibatasi oleh daratan pada ketigasisinya.Teluk Balikpapan
adalah perairan yang memisahkankota Balikpapan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara. Teluk Balikpapan
terletak di barat selat Makassar.Teluk Balikpapan yang berbatasan beberapa daerah, antara lain;
SebelahUtara
; Kota Balikpapan
SebelahSelatan
;Penajam
SebelahBarat
; Wilayah KabupatenPenajamPaser Utara
SebelahTimur
;Selat Makassar.
Fungi dan tujuan sendiri dari teluk Balikpapan ialah untuk menjaga kelangsungan hidup dari satwa atau pun tumbuhan yang hidup di kawasan teluk dan jika pemerintah bias mengkonservasi teluk Balikpapan secara maksimal bias menjadi pemasukan untuk pemerintah melalui wisata alam , dan tidak terkecuali juga manfaat yang di dapat oleh para penduduk setempat yang berdiam di
pesisir teluk
Balikpapan sebagai mata pencaharian se hari harridan secara global untuk memperlambat perubahan iklim serta peningkatan cadangan karbon untuk hutan sekaligus memberikan kesejukan dengan memberikan kompensasi kepada Negara berkembang untuk melindungi alamnya .
II.
NILAI
STRATEGIS
Teluk Balikpapan adalah pusat
keragaman hayati paling kaya di Asia. Hutan mangrovenya menjadi
salah satu tempat , dari enam daerah di dunia yang memiliki populasi bekantan (Nasalis
larvatus) terbanyak. Di habitat Teluk ini juga hidup berbagai hewan
langka dan dilindungi seperti Pesut Mahakam, Ikan Duyung, Penyu Hijau (Chelonia
midas) Beruang Madu, Macan Dahan, Buaya Muar dan satwa langka lainnya yang
semakin terancam keberadaannya. Keragaman lain yang juga akan terancam
adalah Hutan Primer Dipterocarpaceae, padang
lamun dan terumbu karang, lebih dari 100 jenis
mamalia, 300 jenis burung, 1000 jenis pohon, dan lain-lain.
Kawasan teluk Balikpapan banyak terdapat flora dan fauna yang
sangat cantik Berdasarkan penelitian berbagai
penelitian lembaga LSM yang Fokus terhadap penyelamatan habitat satwa endemik
di Teluk Balikpapan
selama beberapa tahun ini, keberadaan bekantan di Teluk Balikpapan
begitu penting,
pasalnya kawasan itu menjadi salah satu tempat populasi bekantanterbesar di dunia.
Populasi bekantan mencapai 1.400 ekor di Teluk
Balikpapan mewakili 5% primate berbulu kuning itu di seluruh dunia.Tentunya ada sekitar 10 jenis primate dan empat jenis mamalia laut termasuk Pesut (Irawady Dolphin) laut
yang kesemuanya terdapat
di Teluk Balikpapan.
Teluk Balikpapan memiliki luas daerah aliran sungai (DAS) 211.456 hektar dan perairan seluas 16.000 hektar. Sebanyak
54 sub-DAS menginduk di wilayah teluk ini, termasuksalahsatunyaadalah
DAS SeiWain yang sudah menjadi hutan lindung – dikenal dengan Hutan Lindung Sungai Wain – dan dikelola oleh Pemkot Balikpapan. Sebanyak 31
pulau kecil berada dan menghiasasi wajah asri wilayah ini.
III.
KONTEKS
MASALAH
Penggunaan sumber
daya alam untuk kegiatan ekonomi yang tidak terkendali, dapat memunculkan
ketidakadilan dalam pemanfaatannya, termasuk pada level tertentu dapat
mengakibatkan bencana bagi kehidupan manusia. Kondisi ini perlahan menjadi ancaman
terhadap keragaman hayati yang terdapat di Teluk Balikpapan lantaran kebijakan
pemerintah daerah dalam membuka lahan industri dan pembangunan jembatan sungai
balang yang menghubungkan Kota Balikpapan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara
tidak memperhatikan dampak kerusakan lingkungan hidup dan kondisi masyarakat
yang menggantungkan hidup dari hasil
sumberdaya alam yang ada di teluk Balikpapan.
Pengrusakan
hutan manggrove oleh aktivitas Industri dan pembukaan lahan pembangunan
jembatan sungai Balang di Teluk
Balikpapan mengakibatkan berbagai macam bencana Ekologi. Konsekuensi dari
pembangunan Jembatan Pulau Balang yaitu kerusakan hutan dalam skala besar baik
secara langsung maupun tidak langsung, pembukaan akses ke hutan, kebakaran
lahan, pembangunan ilegal, perburuan hewan yang dilindungi dan pengembangan
industri yang tidak bisa dibatasi. Pembangunan jembatan tersebut juga membuat
hutan bakau di Teluk Balikpapan terisolasi dengan hutan sekunder yang merupakan
tempat spesias hewan langka mencari makan. Apabila hutan bakau di Teluk
Balikpapan habis dan rusak, maka Balikpapan akan kehilangan keanekaragaman hayati
yang masih hidup seperti bekantan, pesut teluk, Gynacantha bartai (spesies
capung baru) monyet, beragam ikan dan burung serta berbagai jenis tumbuhan.
Perlindungan hukum terhadap warga negara dalam
setiap aspek kehidupan menjadi sesuatu yang penting dalam melihat hubungan
antara negara dan warganegaranya. Negara sebagai organisasi kekuasaan memiliki
kewenangan dalam merumuskan tata hubungan negara dan warga negara sebagai
bagian dalam upaya memberikan perlindungan hukum.
Pada aspek pemanfaatan sumber daya alam, hubungan
antara negara dan warga negara diwujudkan dalam bentuk penguasaan negara dengan
memberikan kesempatan kepada warga negara dalam memanfaatkan sumber daya alam
secara adil. Negara harus menjamin adanya hak setiap orang untuk menikmati
lingkungan hidup yang baik dan sehat, sekaligus mendapatkan jaminan hukum dalam
memanfaatkan dan perlindungan bagi setiap orang untuk tidak diganggu
penghidupannya oleh aktivitas ekonomi pihak lain. Dalam perspektif ini, negara
harus memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan yang mencakup
tiga hal, yaitu:
a. Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam
sehingga akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan
mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan
b. Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat
c. Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan
sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
setiap makhluk hidup utamanya manusia tidak dapat lepas dari dampak
globalisasi, karena makhluk hiduplah pelaku utama dari kegiatan
pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, setiap manusia harus senantiasa
waspada terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan yang
dilakukannya terutama dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan. Aspek yang paling sensitif
terhadap dampak era yang serba industri seperti sekarang ini adalah lingkungan.
Besar kecilnya kegiatan manusia pasti akan berdampak pada kualitas lingkungan.
Dengan demikian, manusia sebagai pelaku utama lingkungan harus senantiasa
mengendalikan dan menjaga lingkungan agar tidak mengalami kerusakan.
IV.
FAKTA HUKUM
Kondisi
demikian, tidak berbanding lurus dengan fakta yang terjadi ancaman kerusakan
lingkungan dikawasan Teluk Balikpapan tidak dapat dibendung karena kebutuhan
ekonomi dan kepentingan politis penguasa pembukaan lahan industri serta
pembangunan jembatan sungai balang itu sudah berlangsung dan memiliki dampak
negatif bagi pelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati yang ada
didalamnya. Kebijakan penetapan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Balikapapan Tahun 2013-2032 mengatur larangan untuk memanfaatkan kawasan yang
notabene ditetapkan sebagai kawasan lindung tidak sesuai dengan kemampuan kondisi alam sehingga
kerusakan lingkungan hidup yang terjadi tidak dapat dihindari bukti nyata
aktivitas yang saat ini terjadi diantaranya :
1.
Kawasan Industri Kariangau
(KIK) secara administratif berada dikelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat kawasan ini bagi Kota
Balikpapan merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi yang diperuntukan sebagai sektor Industri besar
di Kota Balikpapan yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12
Tahun 2012 Tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikapapan Tahun
2013-2032.
2.
Sebagai kawasan strategis
Kebijakan pemerintah kota Balikpapan
melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Perencanaan Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikapapan Tahun 2013-2032 telah melakukan penambahan luas Kawasan Industri Kariangau (KIK) kegiatan penambahan luas kawasan ini justru
mengancam pelestarian ekosistem hutan manggrove yang berada di wilayah pesisir
teluk Balikpapan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan tahun
2013-2032 penambahan luas Kawasan Industri Kariangau (KIK ) seluas 2.189
hektare di teluk Balikpapan. jika sebelumnya berdasarkan RTRW Kota Balikpapan
pada Tahun 2011-2015 seluas 5.130 hektare dengan adanya penambahan luas tersebut maka total
keseluruhan luas kawasan industri kariangau (KIK) saat ini seluas 7.328 Hektare
termasuk kawasan hutan manggrove.
3.
Saat ini perluasan Kawasan Industri Kariangau (KIK)
sampai ke daerah hulu Teluk Balikpapan, dan sudah berjalan termasuk aktivitas industri
oleh perusahaan yang mengambil
keuntungan dari perluasan kawasan tersebut dengan memanfaatkan kawasan pesisir
Teluk Balikpapan kemudian dalam pemanfaatanya bertindak diluar batas kewajaran
tanpa memikirkan dampak buruk akbat aktivitas industri tersebut sehingga
mengakibatkan kerusakan lingkungan dan keragaman hayati termasuk ekosistem
tanaman manggrove yang berada didalamnya.
4.
Perusakan
ekosistem tanaman manggrove dipesisir
Teluk Balikpapan sangat berkaitan dengan perubahaan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Balikpapan 2013-2032 yang semakin membuka ruang bagi investor untuk
dapat menjalankan aktivitas industri dikawasan Industri Kariangau (KIK) selain
itu, perubahan tersebut juga dinilai sangat buruk dari aspek lingkungan, utamanya dari
aspek perlindungan kawasan pesisir barat kota Balikpapan yang hampir semua
dialokasikan untuk membangun kawasan industri, meskipun kawasan pesisir Teluk Balikpapan sangat tidak cocok untuk
pembangunan industri.
5.
Bukti
nyata kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem manggrove dibatas pesisir teluk Balikpapan,
saat ini sudah terjadi dan dilakukan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang memulai membuka dan mengeruk
tanah di hutan mangrove di Solok Puda, sepanjang sisi kanan sungai,
sebagai tempat menumpuk kontainer pelabuhan peti kemas Kariangau. Sekitar
lima hektar telah ditimbun, antara lain, lahan mangrove sekitar tiga
hektar.
6.
PT Dermaga Kencana Indonesia (DKI) dari Kancana
Agri Ldt. Group yang berada di Muara Tempadung saat ini tengah melanjutkan pembangunan
pabrik pengelolaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Mereka membangun
enam tangki besar, beberapa gudang dan satu pabrik pembangunan ini
mengakibatkan terjadinya Sedimentasi
dan kapal yang lalu lalang cepat menghancurkan terumbu karang, bahkan tanah banyak hanyut dari lokasi pembangunan lalu, karang-karang pun mati karena tertutup sedimen
dengan tebal beberapa milimeter.
7.
PT. WINA
telah merusak 27,1 hektar hutan di sekitar Sungai Berenga Kanan, kebanyakan
adalah hutan mangrove dan kawasan lindung di pesisir dan sepadan sungai bahkan, PT. WINA juga berencana memperluas area dimana
hutan akan dibuka dan dirusak. Mereka telah menutup Hulu Sungai Berenga Kanan
dengan timbunan tanah. Selain mangrove yang dirusak secara langsung akibat
terkena pemotongan dan penimbunan, sangat banyak pohon mangrove yang mati kearah
hulu sungai akibat penutupan sungai tersebut yang menyebabkan perubahaan sirkulasi air.
8.
Aktivitas pembangunan Jalur
PLT dari arah Teluk Waru kearah pulau balang melalui pembukaan dan
penebangan hutan manggrove disepanjang
pesisir Sungai Beranga dan Sungai Tempadung yang mengarah ke teluk Balikpapan
mengakibatkan rusaknya lahan manggrove diwilayah tersebut.
Dari aktivitas perusahaan industri
yang beroperasi di Kawasan Industri Kariangau (KIK) memanfaatkan lahan pesisir
teluk Balikpapan untuk usaha produksi maupun pembangunan telah mengakibatkan kerusakan Lingkungan dan
kerusakan ekosistem hutan manggrove kawasan pesisir. Padahal kawasan Industri Kariangau (KIK) berada
dikelurahan Balikpapan Barat yang bersentuhan dengan kawasan pesisir dan
ditetapkan pula berdasarkan Peraturan
Daerah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Balikpapan Tahun 2013-2032 sebagai wilayah perluasan hutan lindung sungai Wain
sebagaimana ditegaskan didalam pasal 39
huruf (c) Perluasan Hutan Lindung Sungai Wain sebagian berada di Kelurahan
Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat seluas kurang lebih 1.402 Ha; sedangkan
huruf (d) Rencana perwujudan
pengembangan kawasan hutan lindung meliputi:
1. mengembangkan kawasan wisata alam;
2. mengembangkan wisata pendidikan
alam/lingkungan hidup;
3. mengembangkan kegiatan penelitian flora fauna khas Kalimantan; dan
4.
mencegah terjadinya alih fungsi lahan
Sementara, Peraturan Daerah Nomor
12 Tahun 2012 Tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan
Tahun 2013-2032 juga mengatur larangan untuk memanfaatkan kawasan yang notabene
ditetapkan sebagai kawasan lindung seperti ditegaskan didalam pasal
77 ayat (5) Ketentuan umum peraturan
zonasi untuk kawasan sempadan pantai berhutan bakau/mangrove sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. diperbolehkan kegiatan pertanian dengan skala kecil;
b. diperbolehkan kegiatan kehutanan;
c. tidak diperbolehkan kegiatan
bidang industri;
d. tidak diperbolehkan kegiatan perdagangan;
e. tidak diperbolehkan kegiatan perkantoran;
f. diperbolehkan terbatas kegiatan jasa perhotelan dengan KDB maksimal
50%;
Berdasarkan ketentuan tersebut, tentunya aktivitas industri
dan proyek pembangunan perusahaan yang berada di Kawasan Industri Kariangau
(KIK) merupakan permasalahan hukum yang haru disikapi oleh pemerintah kota
Balikpapan. Adapun permasalahan hukum yang dapat disimpulkan diantaranya:
1.
Pengalihan fungsi lahan
manggrove dikawasan pesisir dan hutan daratan dikawasan Industri Kariangau
(KIK) dikelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat.
2.
Pencemaran lingkungan hidup
dan sumberdaya air dipesisir akibat Pembangunan Pabrik pengolahan kelapa sawit
yang kemudian mengakibatkan sendimentasi kualitas air serta mengakibatkan
matinya ekosistem terumbu karang.
3.
Penebangan hutan manggrove
disepanjang pesisir Sungai Beranga dan Sungai Tempadung yang mengarah ke teluk
Balikpapan mengakibatkan rusaknya lahan manggrove diwilayah tersebut.
V.
PENEGAKAN HUKUM
1.
Pencemaran lingkungan hidup dan sumberdaya air di
pesisir Teluk Balikpapan oleh aktivitas Industri Kariangau (KIK)
·
Pasal 54
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolan
Lingkungan Hidup menyatakan bahwa Setiap orang dilarang melakukan perbuatan
yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dilarang
membuang limbah ke media lingkungan & dilarang membuang B3 & limbah B3
ke media lingkungan.
·
Pasal 24
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tenntang Sumber Daya Air, setiap orang atau
badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air
& prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan
pencemaran air. Selain itu setiap orang atau badan usaha juga dilarang
melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air.
·
Pasal 37
PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air & Pengendalian
Pencemaran Air menyebutkan bahwa setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
yang membaung air limbah ke air atau sumber air wajib mencegaj &
menanggulangi terjadinya pencemaran air.
·
Pasal 30
ayat (1) Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Kualitas Air & Pengendalian Pencemaran Air menyebutan bahwa setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pencemaran air pada
sumber air, pesisir atau laut wajib melakukan penanggulangan pencemaran air.
Penanggulangan pencemaran air tersebut dilakukan dengan cara:
a)
Menghentikan
sementara sebagian atau seluruh sumber dampak yang mengakibatkan pencemaran air
pada sumber air, pesisir atau laut.
b)
Menangani
secara teknis sumber air, pesisir atau laut.
c)
Mengamankan
& menyelamatkan masyarakat, hewan & tanaman.
d)
Mengisolasi
lokasi terjadinya pencemaran air pada sumber air, pesisir atau laut sehingga
dampaknya tidak meluas atau menyebar.
e)
Cara lain
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi.
2.
Alih fungsi hutan
Manggrove dan hutan darat oleh aktifitas Industri Kariangau dikawasan
dan pulau-pulau kecil di Teluk Balikpapan
Hutan Manggrove yang berada dikawasan pesisir Kawasan
Industri Kariangau yang besentuhan langsung dengan Teluk Balikapapan merupakan
kawasan pelestarian alam yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga
kehidupan ekosistem hayati. Pengalihan
fungsi hutan manggrove menjadi kawasan industri jelas bertentangan dengan
prinsip pelestarian dan fungsi perlindungan penyangga kehidupan Sebagaimana
ketentuan didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber
Daya Alam ;
·
Pasal 30 Kawasan pelestarian alam mempunyai fungsi
perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya
·
Pasal 40 Peraturan Daerah
Kota Balikpapan Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang (RTRW) Kota
Balikpapan tahun 2013-2023 menyebutkan;
(1)
Kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahanya berupa kawasan resapan air.
(2)
Kawasan resapan air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 1.031 ha
terdiri; sebagian kelurahan kariangau Kecamatan Balikpapan Barat.
·
Pasal 40 ayat (1) huruf c
Perluasan hutan lindung Sungai Wain sebagian berada diKelurahan Kariangau Kecamatan
Balikapapn Barat seluas kurang lebih 1.402 Ha; sedangkan rencana perwujudan
pengembangan kawasan hutan lindung meliputi;
(1)
Pengembangan kawasan wisata
alam
(2)
Mengembangkan kegiatan flora
fauna khas Kalimantan dan mencegah terjadinya alih fungsi lahan
Kerusakan
hutan manggrove dan hutan daratan dikawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang
berada dikawasan Industri Kariangau (KIK) serta termasuk dalam Teluk Balikpapan
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
·
Pasal 28 ayat (1) Tentang Konservasi Wilayah
Pesisir dan pulau-pulau kecil diselenggarakan untuk;
a.
menjaga Ekosistem Pesisir
b.
Melindungi alur migrasi ikan dan biota laut
c.
Melindungi habitat biota laut dan
d.
Melindungi situs budaya tradisional
·
Pasal 35 Dalam pemanfaatan wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung maupun tidak langsung dilarang
;
a.
Menambang terumbu karang yang menimbulkan
kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
b.
Menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem
Manggrove yang tidak sesuai dengan karakteristik pesisir dan Pulau-pulau kecil.
c.
Menebang melakukan konservasi Ekosistem Manggrove
dikawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi
ekologis pesisir dan pulau-pulau kecil.
d.
Menebang Manggrove dikawasan konservasi untuk
kegiatan industri, pemukiman dan atau kegiatan lain.
e.
Melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan
kerusakan lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitar.
VI. ANALISIS HUKUM
A.
Pencemaran lingkungan hidup dan
sumberdaya air dipesisir akibat Pembangunan Pabrik pengolahan kelapa sawit yang
kemudian mengakibatkan sendimentasi kualitas air serta mengakibatkan matinya
ekosistem terumbu karang.
1.
Posisi Kasus
PT Dermaga Kencana Indonesia (DKI) dari Kancana
Agri Ldt. Group yang berada di Muara Tempadung saat ini tengah melanjutkan pembangunan
pabrik pengelolaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Perusahaan tersebut
membangun enam tangki besar,
beberapa gudang dan satu pabrik pembangunan ini mengakibatkan terjadinya Sedimentasi air dan aktifitas kapal yang lalu lalang cepat menghancurkan
terumbu karang, bahkan tanah
banyak hanyut dari lokasi pembangunan lalu, karang-karang pun mati karena tertutup sedimen dengan tebal beberapa
milimeter.
2.
Pelanggaran Hukum
Pihak perusahaan yang tidak melakukan perbaikan kualitas air telah melanggar
ketentuan Pasal 96 huruf e, Pasal 97, & Pasal 98 UU Minerba, Pasal 54,
Pasal 67, Pasal 68 & Pasal 69 ayat (1) huruf a,e,& f Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009, Pasal 24 & Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004,
Pasal 37 PP Nomor 82 Tahun 2001, Pasal 30 ayat (1), Pasal 35 ayat (1), &
Pasal 36 Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011. Dengan ancaman
human sebagai berikut:
·
Pelanggaran
terhadap Pasal 96 huruf e, Pasal 97, & Pasal 98 UU Minerba diancam dengan
sanksi administrasi berupa:
a)
Peringatan
tertulis.
b)
Penghentian
sementara sebagian/seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)
Pencabutan
IUP,IUPK atau IPR.
·
Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya
baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
·
Apabila
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau
bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp
4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah).
·
Apabila
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat
atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).
·
Setiap
orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara
ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
·
Apabila
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau
bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).
·
Apabila
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat
atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
·
Setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan
pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
·
Apabila
tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan
usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a)
badan
usaha; dan/atau
b)
orang yang
memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang
bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
·
Apabila
tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan
kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan
usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam
tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan
secara sendiri atau bersama-sama.
·
Jika
tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana
ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat
dengan sepertiga.
·
Terhadap
tindak pidana sanksi pidana yang dilakukan oleh, unutk atau atas nama badan
usaha sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus
yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan selaku pelaku fungsional.
·
Selain
pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat
dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
a)
perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b)
penutupan
seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c)
perbaikan
akibat tindak pidana;
d)
pewajiban
mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e)
penempatan
perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
·
Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah):
a)
setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber
air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan
pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b)
setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
·
Dipidana
dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah):
a)
setiap
orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan
prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan
pencermaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b)
setiap
orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
·
Dalam hal
tindak pidana sumber daya air dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan
terhadap badan usaha yang bersangkutan. Pidana yang dijatuhkan adalah denda
ditambah dengan sepertiga denda yang dijatuhkan.
·
Setiap
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan usaha yang tidak mencegah &
menagguangi terjadinya encemaran air dapat dijatuhi sanksi administrasi oleh
bupati/walikota.
·
Setiap
orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
·
Setiap
orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 dan Pasal 45 Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011
dipidana dengan pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
B.
Pengalihan fungsi lahan
manggrove dikawasan pesisir dan hutan daratan dikawasan Industri Kariangau
(KIK) dikelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat.
Posisi
Kasus
kerusakan
lingkungan hidup dan ekosistem manggrove akibat pengalihakn fuungsi lahan dibatas
pesisir teluk Balikpapan, saat ini sudah terjadi dan dilakukan PT
Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang memulai membuka dan mengeruk tanah di hutan
mangrove di Solok Puda, sepanjang sisi kanan sungai, sebagai tempat
menumpuk kontainer pelabuhan peti kemas Kariangau. Sekitar lima hektar telah
ditimbun, antara lain, lahan mangrove sekitar tiga hektar.
Selain
itu, PT. WINA
telah merusak 27,1 hektar hutan di sekitar Sungai Berenga Kanan, kebanyakan
adalah hutan mangrove dan kawasan lindung di pesisir dan sepadan sungai bahkan, PT. WINA juga berencana memperluas area dimana
hutan akan dibuka dan dirusak. Mereka telah menutup Hulu Sungai Berenga Kanan
dengan timbunan tanah. Selain mangrove yang dirusak secara langsung akibat
terkena pemotongan dan penimbunan, sangat banyak pohon mangrove yang mati
kearah hulu sungai akibat penutupan sungai tersebut yang menyebabkan perubahaan
sirkulasi air.
Pelanggaran
Hukum
Aktivitas perusahaan Industri
dan pembangunan di kawasan pesisir hingga teluk Balikpapan dengan pengalih
fungsian lahan manggrove yang notabene berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12
Tahun 2012 Tentang Perencanaan tata ruang wilayah menjadi kawasan lindung namun
diperuntukan menjadi kawasan industri ekonomis strategis merupakan pelanggaran
hukum melanggar ketentuan perundang-undangan sebagai berikut;
·
Undang-Undang Nomor
26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang Pasal 69 (1)
Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).(3) Jika tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
·
Pasal 70 (1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak
sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). (4) Jika tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
·
Pasal 71 Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
·
Pasal 72 Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf d, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
·
Pasal 73 (1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
·
Pasal 74 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72. (2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a.
pencabutan izin usaha; dan/atau b.
pencabutan status badan hukum.
·
Pasal 75 (1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana. (2)
Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.
·
Kemudian, pemberian sanksi administratif dipertegas melalui Peraturan Pemerintah Nomor
15 Tahun 2010 Tentang penyelenggaraan penataan Ruang Pasal 182 (1)
Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang dikenakan sanksi administratif. Ayat (2) Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang;
b.
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang;
c.
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau
d.
menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang undangan sebagai milik umum.
·
Ayat (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. Pencabutan Izin
f. Pembatalan Izin
g. Pembongkaran Bangunan
h. pemulihan fungsi ruang dan
atau denda administratif
·
Pasal 183 pemanfaatn ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayait (2) huruf
a meliputi;
a.
Pemanfaatn ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang
b.
Memanfaatkan ruang tanpa Izin pemanfaatn ruang
dilokasi yang tidak sesuai peruntukanya.
c.
Memanfaatkan ruang tanpa Izin pemanfaatan ruang
dilokasi yang sesuai peruntukannya.
IV. PENUTUP
Penetapan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Perencanaan
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 tidak menjamin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pesisir Kawasan Industri
Kariangau dapat dijalankan dengan maksimal.
dengan adanya penetapan tersebut perluasan wilayah terus dilakukan
meskipun kawasan Industri Kariangau (KIK) memiliki nilai strategis ekonomi
untuk percepatan pembangunan daerah kota Balikpapan namun, kerusakan lingkungan
hidup di pesisir juga semakin marak dan sulit dicegah terlebih pengrusakan
lingkungan hidup kawasan pesisir yang notabena merupakan kawasan lindung hutan
manggrove turut pula dirusak oleh aktivitas perusahaan di sektor industri dan
aktivitas proyek pembangunan jembatan
Sungai Balang.
Sebagai wujud kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan
hidup Pemerintah Kota Balikapapan perlu
meninjau kembali Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang
Perencanaan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikapapn Tahun 2013-2032. Karena
Peraturan ini tidak dapat menjamin dan meminimalisir kerusakan lingkungan bahkan
dngan adanya Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Perencanaan Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikapapn Tahun 2013-2032 justru melegalkan
aktivitas industri yang mengancam dan merusak ekosistem Hutan Manggrove
diwilayah pesisir maupun pulau-pulau kecil.
Serta, menetapkan wilayah pesisir di Kawasan Industri
Kariangau (KIK) yang menjadi bagian wilayah teluk Balikpapan untuk ditetpakn
sebagai kawasan Khusus Konservasi Hutan Manggrove melalui Surat Keputusan
Walikota sehingga dengan adanya legalitas yang jelas terhadap kawasan pesisir
Kariangau yang menjadi bagian wilayah teluk Balikpapan. Kemudian penangulangan
pengrusakan lingkungan hidup dan ekosistem hutan manggrove dikawasan pesisir
juga perlu dilakukan dengan mengkaji kembali Izin Lingkungan yang sudah
diterbitkan. Serta menindak tegas perusahaan di sektor Industri yang beroperas
tanpa memiliki AMDAL, RKL dan RPL.
Alasan
mengapa pengawasan di Teluk Balikpapan tidak berhasil menghindarikan kerusakan
lingkungan disebabkan oleh perencanaan Tata Ruang yang tidak memperhatikan daya
dukung ekologi dan hidrologi di Teluk Balikpapan. Kerusakan di Teluk
Balikpapan tidak bisa dihindari hanya dengan cara pengawasan.
- Secara teknis, industri di
bagian hulu Teluk Balikpapan tidak pernah akan bisa menjadi ramah
lingkungan karena kondisi ekologis dan hidrologis tidak cocok untuk
membuka lahan membangun industri tanpa menyebabkan bencana ekologis
terhadap ekosistem alami.
- Satu-satunya solusi adalah
RTRW yang sesuai dengan kemampuan kondisi alam. Industri harus dibangun
pada lokasi di mana dampak negatif terhadap lingkungan dapat dibatasi dan
dikelola secara efektif.
- Daerah yang tidak cocok
untuk membangun industri harus dipertahankan sebagai kawasan lindung untuk
pemanfaatan yang berkelanjutan, misalnya perikanan, ekowisata, konservasi
dan lain.
- Membatasi pembangunan
industri di daerah Hilir Teluk Balikpapan, sampai ke pelabuhan peti kemas,
Kariangau.
- Dua perusahaan yang telah
membuka lahan di luar KIK, yaitu PT MBA dan PT DKI, bisa di-enclave
menjadi kawasan industri khusus di dalam kawasan lindung.
- Jika lahan yang telah
ditetapkan oleh Master Plan tidak mencukupi kebutuhan Kawasan Industri
Kariangau, kawasan industri tambahan dapat dibangun sebagai bagian
’hinterland’ yang bersatu dengan Kawasan Industri Penajam / Buluminung,
PPU.
- Perlu pembahasan antara
Pemkot Balikpapan dengan Pemkab Penajam Paser Utara, bahkan Pemerintah
pusat dalam menyelesaikan masalah tersebut sehingga bisa mempengaruhi Blue
Book Nasional yang dibuat oleh Bappenas.
- Perlu ada Feasibility Study
untuk Jalan Trans Kalimantan lewat Tanjung Batu yang akan mengingat
kondisi daerah tersebut dan sangat realistis untuk di jadikan alternatif
jembatan dan Jalan Trans Kalimantan.
Penulis
Fajrian Noor
Wakabid
Advokasi Hukum DPC GMNI Balikpapan
05 Februari 2015
Pabrik-penyulingan-Sawit-yang-berada-di-Teluk-Balikpapan-diluar-konsesi-teluk (Hendar)
Muhamad Muhdar, “Penggunaan polluter pays
principle dalam penyelesaian pencemaran laut dari sumber pengelolaan minyak dan
gas bumi,”Artikel, hlm.