Hanya Rehabilitasi Karena
Kental Kolusi
Peredaran dan
penyalahgunaan narkoba di Kalimantan Timur bukan hal baru penyebaran narkoba
ini juga tidak memandang kelas dan status sosial masyarakatnya. Siapa pun, bisa
terkena dan terlibat dalam kasus narkoba jika kita tidak berhati-hati, maka
sanksi hukum pemidanaan harus diterpakan sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku. Lantas bagaimana proses pemidanaan jika, kasus penyalahgunaan narkoba
melibatkan anak-anak pejabat? Apakah Supremasi hukum sudah diterapkan dan berjalan
maksimal ?lantas apakah keputusan rehabilitasi yang selama ini diberikan kepada
anak-anak pejabat yang terlibat kasus narkotika, tepat dan bakal memberikan
efek jera?
Dalam konteks menegakan
supremasi hukum tentu tidak ada seorang pun yang kebal hukum dan diharapkan
dengan penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap anak pejabat, dapat
menimbulkan efek jera terhadap para pemakainya ataupun pengedarnya. Terlebih,
jika menyoal kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu penangkapan 11 orang yang
terjaring aparat kepolisian karena menggelar pesta Narkoba di THM Delta Club, dan
2 diantaranya merupakan anak Bupati Paser dan anak Ketua DPRD Kab. Paser, bahwa dalam proses
penegakan hukum tidak ada pengecualian dan siapapun pelakunya tentu harus
diterpakan sanksi yang berat, mengingat, kasus narkoba merupakan mata rantai
yang harus dipecahkan solusinya. Terlebih, yang menjadi aktor utama nya
merupakan anak-anak para pemangku kebijakan sehingga jangan sampai menimbulkan sikap
apriori di kalangan masyarakat, anak pejabat tidak kena hukuman ketika
menggunakan narkoba.
Nama-nama
Anak Pejabat yang pernah terlibat kasus penyalahgunaan Narkoba
Nama
|
Anak Pejabat
|
Pembuktian
|
Status
|
Tahun
|
Dmiyatri
Reza
|
Imdaad
Hamid Mantan Walikota Balikpapan
|
Tertangkap
tangan
|
rehabilitasi
karena menderita hepatitis C sejak dua tahun lalu. Penyuntikan selama ini
dilakukan demi penyembuhan
|
2009
|
Andi
Faisal Hasdam
|
Sofyan
Hasdam Mantan Walikota Bontang
|
alat
isap,barang bukti lainnya adalah sisa sabu-sabu di bong isapnya kurang lebih
1 gram
|
5
tahun penjara
|
2009
|
Asriyati
Sa’adah
|
Ridwan
Suidi Bupati Kabupaten Paser
|
Tes
urine positif pengguna narkoba/ tidak menyimpan dan membawa barang bukti
|
Rehabilitasi
|
2014
|
Julkifli
|
Kaharudin
Ketua DPRD Kab Paser
|
Tes
urine positif pengguna narkoba/ tidak menyimpan dan membawa barang bukti
|
Rehabilitasi
|
2014
|
Sumber: Investigasi Gugat
Dari kasus
penyalahgunaan narkotika yang pernah terjadi di Kaltim dan melibatkan anak
pejabat/kepala daerah mayoritas diputus Rehabilitasi. Tentunya, putusan rehabilitasi
ini menjadi tanda tanya publik, wajar jika masyarakat berpendapat bahwa kalau
yang berurusan pidana narkotika anak pejabat pasti putusannya rehabilitasi
sedangkan, bisa saja anak pejabat tersebut ternukti dan terlibat lansung.
Bisa saja, keputusan
pihak kepolisian untuk rehabilitasi yang kerap diberikan kepada anak pejabat menyalahi
kewenangan jika, benar tentu akan berimflikasi terhadap proses-proses hukum
yang akan dilakukan selanjutnya yaitu, keranah peradilan bahkan tidak sama
sekali masuk ke ranah peradilan lantaran, diselesaikan dalam proses
penyelidikan pihak kepolisian jika, indikasi itu benar adapun diantaranya
sebagai berikut:
1.
Pembiaran terhadap dugaan tindak pidana.
2. Menutup atau memperoses perkara
karena kolusi dengan salah satu pihak
3.
Rekayasa barang bukti;
4.
Intimidasi secara psikis maupun fisik;
5.
Salah tangkap/asal tangkap
6. Menggunakan kewenangan penahanan
untuk memeras korban/ keluarga
7.
Penyimpangan prosedur penangguhan
penahanan.
Proses hukum melalui
peradilan menurut persfektif praktisi hukum barangkali dapat menjadi
refresentasi masyarakat untuk dapat menyoal dan memberikan dorongan kepada
penegak hukum agar dapat menindak secara tegas bagi siapapun pelakunya. Karena,
kasus narkoba merupakan mata rantai yang harus disikapi dan dicari bersama
solusi dan bentuk penyelesaiannya. Jika, aparat penegak hukum tidak tegas dalam
menyelesaikan persoalan ini tidak menutup kemungkinan, persoalan penyalahgunaan
narkotika yang melibatkan anak pejabat bakal terulang kembali. Mengingat,
mayoritas para pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba, diputus untuk
Rehabilitasi. Sementara, proses penyelidikan yang dilakukan aparat penegak
hukum dalam hal ini, kepolisian terkesan diskriminatif dan tertutup untuk ruang
publik.
PERADILAN
RAKYAT
Tak
sedikit yang mengharapkan kasus narkoba anak Bupati Paser dan anak ketua DPRD
Paser dituntaskan lewat jalur pengadilan. Selain lebih transparan langkah ini
juga bisa menumbuhkan kepercayaan publik bahwa anak pejabat tak kebal hukum.
Lantas seperti apa simulasi yang terjadi jika kasus ini benar-benar masuk ke
meja hijau ?
Maksimal
12 Tahun Penjara
Dalam kacamata hukum,
untuk proses dakwaan yang diterpakan kepada para tersangka berdasarkan
pembuktian didalam berkas BAP yang dilakukan pihak kepolisian sehingga, dapat
dilanjutkan dalam proses peradilan agar dapat menjamin kepastian hukum,
terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika yang notabena merupakan anak pejabat
atau kepala daerah, harus dilaksanakan berdasarkan atas persamaan hukum tanpa
diskriminasi. Jika, menyoal keputusan rehabilitasi yang kerap diterpakan kepada
anak pejabat/ kepala daerah tentu, menimbulkan kecemburuan sosial dikalangan
masyarakat. Sehingga, dipandang perlu untuk memberikan tuntutan seberat-berat
bagi pelaku penyalahgunaan narkotika terutama, melibatkan anak pejabat. Hal
ini, disampaikan Rukhi Santoso, SH Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Cabang
Balikpapan.
“Tidak ada yang kebal
hukum, siapapun itu subjek hukum baik anak pejabat maupun anak kepala daerah
dan masyarakat sipil wajib dituntut dengan hukuman seberat-beratnya berdasarkan
tingkat pembuktiannya sehingga, dapat memberikan efek jera kepada pelakunya,”
ujarnya
Lantas, jika persoalan
ini masuk ke ranah peradilan dan diproses oleh Jaksa Penuntut Umum, Tuntuan
seperti apa yang harus diberikan JPU?
Dalam proses P21 peradilan,
tentunya jaksa memiliki kewenangan untuk menghukum terpidana kasus
penyalahgunaan narkotika apalagi jika yang berkaitan dengan anak seorang
pejabat. Tolok ukurnya tentu, berdasarkan pada pelimpahan berkas penyidikan
dari pihak kepolisian ke JPU dan menjadi rujukan, untuk memberikan dakwaan.
kalau diputuskan rehabilitasi tanpa proses peradilan tentunya sangat tidak
dibenarkan. Karena berdasarkan ketentuan Pasal 131 UU No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika jelas sekali menegaskan bahwa, melihat tanpa melaporkan ancaman
pidana nya 1 tahun kurungan penjara.
“yang jelas, pelaku
yang notabena anak pejabat Paser tidak dibenarkan untuk dilepas apalagi
direhabilitasi walaupun, hanya postiif pemakai berdasarkan tes urine tanpa
menyimpan dan mengedarkan barang bukti. Mereka turut serta melihat dan terlibat
tanpa melaporkan berdasarkan ketentuan, juga diancam pidana,”paparnya,
jika
persoalan ini masuk ke ranah peradilan tentunya dakwaan yang diberikan tidak
boleh melebihi ancaman yang sudah termaktub dalam aturan. Jika dalam BAP
ancaman hukumanya sesuai dengan UU No 35 Tahun 2009 Tentang narkotika menjadi
bahan pertimbangan JPU untuk membuat dakwaan tentunya pidana kurungan penjara 12 tahun bagi yang terbukti mengedar dan
menyimpan dan mengunakan barang bukti.
sebagaimana termaktub didalam pasal 121
ayat (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II tehadap
orang lain atau memberikan Narkotika
Golongan II untuk digunakan orang lain,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).
sementara bagi yang
turut serta melihat tanpa melaporkan bisa saja dituntut ancaman 1 pidana
penjara paling lama 1 tahu sebagaimana, diatur dalam Pasal 131 Setiap
orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
“tuntutan 12 tahun bagi
pengedar dan kepada turut terlibat 1 tahun bisa saja menjadi tuntutan yang
dilakukan oleh JPU untuk memberikan efek jera kepada para pelakunya sehingga,
tidak ada anggapan anak pejabat kebal hukum,” Tandasnya.
Buktikan
Rehabilitasi Di Pengadilan
Proses pendampingan
terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika sudah pernah ia, lakukan saat menjadi
kuasa hukum terpidana kasus narkotika mantan wakil rakyat NG Priyono. Berkaca
dengan kasus yang baru-baru ini terjadi yang mendera anak Bupati Paser aryati
Saadah dan anak ketua DPRD Paser Julkifli menurutnya, putusan rehabilitasi yang
diberikan Polres Balikpapan terkesan diskriminatif dan menyalahi kewenangan.
Hal ini, disampaikan oleh Sukaryono,SH yang pernah menjadi Kuasa hukum artis
senior Roy Marthen,
“polisi
itu tidak berhak memutuskan rehabilitasi kepada anak Bupati/anak pejabat, yang
berhak memutus itu Hakim berdasarkan proses peradilan,” ujarnya kepada Gugat.
Pemberian
rehabilitasi kepada anak pejabat merupakan perlakuan istimewa yang diberikan
aparat penegak hukum dalam proses penyelidikan. Berkaca dari pengalaman
mendampingi NG Priyono dalam kasus
serupa. Diakuinya, dari sisi perlakuannya sangat diskriminatif padahal, jika
diukur dari tingkat kesalahanya tentuya tidak jauh berbeda.
“ketika,
saya mendampingi proses hukum yang dijalani klien saya NG Priyono upaya
rehabilitasi menjadi fokus pembelaan yang saya lakukan waktu itu. namun, fokus
untuk rehabilitasi ini saya perjuangkan melalui proses peradilan,”tuturnya,”walaupun,
putusan akhir hakim kurungan penjara 6 bulan 12 hari. Tapi, proses ini sesuai
dengan mekanisme peradilan yang ditempuh, bukan diputus dalam proses
penyelidikan, seharusnya perlakuan ini juga diberlakukan kepada 8 orang yang
direhabilitasi dan 2 diantaranya merupakan anak pejabat,” sambungnya.
Padahal,
jika diselesaikan ke ranah hukum tentunya, para pelaku jika terbukti bersalah,
maka mereka wajib untuk didampingi oleh kuasa hukum. Lantaran, Pembelaan
terhadap pelaku tindak pidana apapun termasuk penyalahgunaan narkotika
merupakan kewajiban kuasa hukum dan merujuk pada Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dan negara menjamin itu. Dan
alangkah lebih baik menyelesaikan persoalan itu ke ranah peradilan ketimbang,
diputus rehabilitasi oleh kepolisian dalam proses penyelidikan.
Tentunya,
pembelaan oleh kuasa hukum bisa saja diarahkan untuk proses rehabilitasi jika
terbukti anak pejabat hanya sebagai pecandu bukan pengedar. Adapun, pembelaan
yang mungkin saja yang dilakukan kuasa hukum untuk meringankan tuntutan jaksa
terhadap pelakunya, berdasarkan aturan UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
sebagai berikut;
Bahwa, berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU
Narkotika menyebutkan, “Pecandu Narkotika
dan korban penyalahguna narkotika wajib menjalani Rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial”.
belum adanya pembuktian
yang jelas dan menguatkan bahwa dakwaan yang disangkakan oleh pihak JPU memenuhi
unsur tindak pidana penyalahgunaan narkotika maka didalam eksepsi yang diajukan
guna menjawab dakwaan yang diajukan oleh JPU bias saja pihak kuasa hukum berhak
menolak dalil dakwaan tersebut.
“proses peradilan
menjadi langkah terbaik untuk memutuskan pelaku tindak pidana narkotika yang
melibatkan anak pejabat, sehingga tidak dibenarkan memutus secara praktis tanpa
putusan pengadilan, kalau diputus melalui proses penyelidikan jelas mencederai
proses hukum dan akan berdampak buruk bagi institusi penegak hukum seperti kepolisian,”pungkasnya
Hukuman
berat untuk efek jera
Didalam azas Diskresi
hukum juga tidak dibenarkan jika kepolisian menetapkan status rehabilitasi
kepada pelaku penyalahguna narkoba, terlebih jika itu menyangkut anak pejabat/
kepala daerah. Sebab, keputusan untuk rehabilitas atau hukuman kurungan penjara
hanya menjadi kewenangan hakim untuk memberikan putusan yang bersifat mengikat.
Hal ini, disampaikan Robert Wilman Napitulu, SH Ketua Peradi Balikapapan,
“lebih tepat kalau ini,
dilimpahkan ke peradilan karena, keputusan rehabilitasi dilakukan oleh pihak
kepolisian tidak memiliki kekuatan hukum,”ujarnya.
Jika, proses ini
dilimpahkan ke pengadilan dan oleh kejaksaan dan berdasarkan dalil-dalil yang
termaktub didalam dakwaan menuntut pelaku penyalah gunaan narkoba merujuk pada
pasal 121 ayat (1) UU No 35 Tahun 2009 Tentang narkotika, bias saja diterpakan
pada pengedar sedangkan bagi subjek hukum yang terlibat berdasarkan Pasal 131.
“dalam putusan, hakim
tentu tidak hanya berdasrkan atas proses persidangan yang sudah dijalankan
namun, juga harus berdasarkan pada pertimbangan hakim apakah dapat dipidana
atau hanya sebatas rehabilitasi, namun, yang terpenting untuk memberikan efek
jera terhadap anak pejabat harus dipidana kurungan 12 tahun penjara dan bagi
pelaku turut terlibat bisa saja diputus pidana kurungan 1 tahun penjara dan
menjalani tahap rehabiltasi.
Penulis
Fajrian Noor
Terbit:
Tabloid Gugat Edisi 16
1-7 September 2014