Sub: Analisis Hukum
Oleh
Fajrian Noor
I. PENDAHULUAN
Kabupaten Paser merupakan wilayah Propinsi Kalimantan Timur yang terletak paling Selatan, tepatnya pada posisi 0045’18,37”-2027’20,82” Lintang Selatan dan 115036’14,5”-166057’35,03” Bujur Timur dengan batas wilayah Kabupaten Paser meliputi sebelah Utara Kabupaten Kutai Barat dan Kutai Kartanegara, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Selat Makasar, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kota Baru Propinsi Kalimantan Selatan, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan, luas WIlayah Kabupaten Paser adalah seluas 11.603,94 Km2. Luas ini terdistribusi ke 10 (sepuluh) kecamatan dengan 141 desa/kelurahan. Kecamatan yang memiliki luas wilayah cukup luas adalah Kecamatan Long Kali dengan luas 2.385,39 Km2 dan yang tersempit adalah Kecamatan Tanah Grogot dengan luas 335,5 Km2.[1]
Dari luas
keseluruhan wilayah tersebut penataan disektor kehutanan menjadi prioritas
melalui kebijakan penataan batas wilayah hutan di Kabupaten Paser kebijakan ini
menjadi upaya pemerintah daerah Kabupaten Paser untuk menjaga fungsi pokok
sumberdaya hutan untuk percepatan pembangunan dan pelestarian sumberdaya hutan secara
arif berkesinambungan. Dari penataan batasnya tersebut, kawasan hutan di
Kabupaten Paser terdiri atas cagar alam seluas 107.787 hektare, Tahura seluas
3.965 hektare, hutan lindung seluas 123,805 hektare dan hutan produksi seluas
445.266 hektare.Pemerintah Kabupaten Paser telah melakukan penataan batas sejak
1991 hingga 2002 secara bertahap oleh UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan,
Namun sebagian besar masyarakat Kabupaten Paser masih belum mengetahui dimana
letak batas hutan yang dimaksud.[2]
Hampir 80 %
masyarakat Kabupaten Paser bermukim di pedesaan yang masuk kedalam kawasan
hutan dari 141 desa definitif yang ada di Kabupaten Paser, 30 di antaranya
masuk dalam kawasan hutan. Kemudian dari 30 desa tersebut, 14 desa di antaranya
masuk kawasan cagar alam, 15 desa masuk dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK)
dan satu desa masuk dalam kawasan hutan lindung. adapun ke 30 desa tersebut antara
lain sebagai berikut ;[3]
Table: I (Pembagian Kawasan Hutan)
NO
|
DESA
|
KECAMATAN
|
KAWASAN
|
1.
|
Tajur
|
Long Ikis
|
Cagar Alam Teluk Adang
|
2.
|
Teluk Waru
|
Long Ikis
|
Cagar Alam Teluk Adang
|
3.
|
Muara Adang
|
Long Ikis
|
Cagar Alam Teluk Adang
|
4.
|
Petiku
|
Long Kali
|
Cagar Alam Teluk Adang
|
5.
|
Muara Telake
|
Long Kali
|
Cagar Alam Teluk Adang
|
6.
|
Maruat
|
Long Kali
|
Cagar Alam Teluk Adang
|
7.
|
Pasir Mayang
|
Kuaro
|
Cagar Alam Teluk Adang
|
8.
|
Pondong Baru
|
Kuaro
|
Cagar Alam Teluk Adang
|
9.
|
Perepat
|
Paser
Belengkong
|
Cagar
Alam Teluk Apar
|
10.
|
Lori
|
Paser
Belengkong
|
Cagar
Alam Teluk Apar
|
11.
|
Labuangkallo
|
Tanjung
Harapan
|
Cagar
Alam Teluk Apar
|
12.
|
Selengot
|
Tanjung
Harapan
|
Cagar
Alam Teluk Apar
|
13.
|
Tanjung
Aru
|
Tanjung
Harapan
|
Cagar
Alam Teluk Apar
|
14.
|
Tanjung
Harapan
|
Tanjung
Harapan
|
Cagar
Alam Teluk Apar
|
15.
|
Belimbing
|
Long
Ikis
|
KBK
|
16.
|
Tiwei
|
Long
Ikis
|
KBK
|
17.
|
Pinang
Jatus
|
Long
Ikis
|
KBK
|
18.
|
Muara
Pias
|
Long
Ikis
|
KBK
|
19.
|
Munggu
|
Long
Ikis
|
KBK
|
20.
|
Jemparing
|
Long
Ikis
|
KBNK
|
21.
|
Kademan
|
Long
Ikis
|
KBNK
|
22.
|
Sebakung
|
Long
Ikis
|
KBNK
|
23.
|
Long
Gelang
|
Long
Ikis
|
KBNK
|
24.
|
Samuntai
|
Long
Ikis
|
APL
|
25.
|
Sandeley
|
Kuaro
|
KBK
|
26.
|
Modang
|
Kuaro
|
KBK
|
27.
|
Kerang
|
Batu
Engau
|
KBNK
|
28.
|
Mengkudu
|
Batu
Engau
|
KBNK
|
29.
|
Laburan
|
Pasir
Belengkong
|
KBNK
|
30.
|
Petangis
|
Batu
Engau
|
KBNK
|
31.
|
Muluy
|
Batu
Sopang
|
Hutan
Lindung Gn. Lumut
|
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 79/Kpts-II/2001 total kawasan hutan di
wilayah kabupaten Paser sebesar 659.208 Hektar atau 57 persen dari luas wilayah
kabupaten Paser. Namun setelah disesuaikan dengan realisasi pelaksanaan tata
batas kawasan hutan dan penunjukan sebagian Areal Penggunaan Lain (APL) menjadi
Taman Hutan Raya (Tahura), luasan hutan kabupaten bertambah menjadi
680.823 hektar.[4]Cagar
Alam Teluk Adang di Kabupaten Paser Kalimantan Timur, sangat kaya akan
keanekaragaman hayati, khususnya untuk jenis-jenis burung. Cagar Alam ini
meliputi 4 (empat) tipe ekosistem utama, yaitu hutan dataran rendah, hutan
rawa, hutan mangrove dan pantai. [5]
Dari luas keseluruhan kawasan hutan di Kabupaten Paser
Pemerintah Daerah Kabupaten Paser, menetapkan 2 kawasan Cagar alam yaitu cagar
alam teluk adang dan teluk apar. Dimana kedua kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan cagar alam melalui
Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 86 Tahun 1993. Dalam SK itu
dinyatakan Cagar Alam Teluk Adang luasnya 62.402 ha dan Cagar Alam Teluk Apar
46.900 ha.[6]
Salah satu
kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Paser yaitu pemberian Ijin
Usaha Pertambangan (IUP) Operasi
Produksi dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Logam dan
Batubara kepada pihak perusahaan untuk operasi produksi dan
eksplorasi didalam kawasan cagar alam teluk adang Kecamatan Long Ikis. adapun
ke 5 perusahaan tersebut diantaranya;[7]
Table II : Jumlah
perusahaan pertambangan di Area Cagar Alam Teluk Adang
No
|
Perusahaan
|
Nomor Ijin
|
Luas Lahan
|
1.
|
PT.
Satria Mahkota Gothech
|
Nomor Izin 545/1/operasi Produksi EK/II/2012
|
738,449 (Ha)
|
2.
|
PT.
Putra 01
|
izin eksplorasi dari Pemerintah Kabupaten Paser melalui
Dinas Pertambangan dan energi nomor 545/15/Ek/XII/2008 dengan kode wilayah KW
0809ER0004
|
361.985 (Ha)
|
3.
|
PT.
Delapan Paser Sejahtera
|
IUP Operasi produksi melalui SK Bupati dengan Nomor:
545/5/Operasi Produksi /Ek/VIII/2009.
|
3.101.73 Ha
|
4.
|
PT.
Buen Paser Energy
|
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi/Operasi
Produksi melalui Bupati dengan nomor:
545/04/Operasi Produk/Ek/IV/2011
|
486,400 Ha
|
5.
|
PT.
Talen Paser Prima
|
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi/Operasi
Produksi
|
525,46 Ha
|
Tumbuh dan
berkembangnya sektor pertambangan di Kabupaten Paser juga menjadi isu penting
tidak hanya berkaitan dengan masalah keselamatan kerja, akan tetapi juga dengan
masalah lingkungan, deforestasi dan degradasi hutan terlebih aktifitas
pertambangan tersebut masuk ke dalam kawasan cagar alam teluk adang yang
merupakan kawasan konservasi tanaman manggrove. Padahal, suatu daerah dengan status cagar alam tidak
bisa ada aktivitas apa pun kecuali konservasi.
Akibat aktivitas pertambangan yang dilakukan di Cagar Alam Teluk Adang, luas
hutan mangrove di kawasan itu kini telah menyusut lebih dari 75 persen. Di
kawasan Cagar Alam Teluk Adang, misalnya, luas huta mangrove yang semula 14.435
hektar (ha) kini tinggal 3.394 ha atau cuma 23,6 persennya saja.
II. PERMASALAHAN HUKUM
Pengrusakan
lingkungan hidup dan ekosistem tanaman manggrove di kawasan Cagar Alam Teluk
Adang akibat aktivitas pertambangan semakin parah selain itu, tidak berjalanya
reklamasi pasca tambang turut memperparah kerusakan lingkungan dikawasan cagar
alam teluk adang sedangkan, Kerusakan lingkungan sebagai dampak dari
aktifitas penambangan batubara tidak hanya terjadi pada lokasi-lokasi tambang
itu sendiri, akan tetapi juga berdampak pada daerah-daerah hilirnya. Selain
berpotensi menimbulkan terjadinya erosi dan sendimentasi aktivitas penambangan
batu bara dapat menyebabkan meningkatnya kandungan logam berat di tanah yang
berpotensi merusak lingkungan perairan, penurunan kuantitas dan kualitas
ketersediaan air, dampak aktifitas tersebut dapat pula menghilangkan habitat
keanekaragaman hayati, mengubah bentang alam, serta gangguan keamanan dan
kesehatan masyrakat di sekitar kawasan penambangan tersebut.[8]
Saat
ini, terdapat 5 perusahaan pertambangan
yang beroperasi didalam kawasan cagar alam Teluk Adang adapun ke 5 Perusahaan pertambangan tersebut
diantaranya;[9]
a.
PT. Satria Mahkota Gothech
b.
PT. Putra 01
c.
PT. Delapan Paser Sejahtera
d.
PT. Buen Paser Energy
e.
PT. Talen Paser Prima
Dalam
masa beroperasinya ke 5 perusahaan pertambangan yang melakukan kegiatan di
kawasan konservasi cagar alam Teluk Adang melanggar hukum Dari hasil moitoring
5 (lima) perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, jenis-jenis
pelanggaran yang umum dilakukan adalah
sebagai berikut:[10]
a.
Dalam menjalankan operasinya memasuki
kawasan Cagar Alam Teluk Adang.
b.
Tidak ada ganti rugi pada saat
pembebasan lahan
c.
Tidak ada konsultasi AMDAL
d.
Perusahaan menggunakan jalan umum
melewati
e.
Jaminan reklamasi tidak jelas
f.
Tidak menutup lubang bekas tambang
g.
Tidak melakukan pemulihan air
h.
Pengalihan IUP Operasi Produksi ke pada
pihak lain
i.
Tumpang tindih dengan izin pemanfatan
lain.
Adapun, dugaan
pelangaran hukum yang spesifik dilakukan oleh 5 perusahaan pertambangan yang
melakukan aktifitas produksi dan eksplorasi batu bara didalam area Cagar Alam
Teluk Adang diantaranya ;[11]
Table: III (Indiikasi Pelanggaran Hukum
perusahaan pertambangan)
No
|
Perusahaan
|
Pelanggaran
Hukum
|
1.
|
PT.
Telen Paser Prima
|
a.
Menggunakan jalan kelapa sawit milik
warga.
b.
Jamrek tidak jelas
|
2.
|
PT.
Satria Mahkota Gotek
|
a.
Dalam menjalankan operasinya PT.
Satria Mahkota Gotech memasuki kawasan Cagar Alam Teluk Adang.
b.
Tidak ada ganti rugi pada saat
pembebasan lahan
c.
Tidak ada konsultasi AMDAL
d.
Perusahaan menggunakan jalan umum
melewati desa Atang Pait yang notabene jalan poros yang menghubungkan ke Desa
Lajur lokasi pertambangan PT. Satria
Mahkota Gotech
e.
Jamrek
tidak jelas
f.
Tidak Menutup Lubang Bekas Tambang
g.
Tidak melakukan pemulihan air
h.
Pengalihan IUP Operasi Produksi ke PT.
SUMA
|
3.
|
PT.
Putra OI
|
a.
Ada kegiatan eksplorasi yang masuk ke
cagar alam Teluk Adang
b.
Tidak ada ganti rugi untuk pembebasan
lahan
c.
Tidak ada sosialisasi AMDAL
d.
Tidak menutup lubang tambang
e.
Jamrek tidak jelas
|
4.
|
PT.
Paser Buen Energy
|
a.
Tidak ada konsultasi AMDAL. Dokumen
Amdal diterbitkan setelah perusahaan beroperasi
b.
Menggunakan jalan provinsi untuk
melakukan kegiatan
c.
Tidak melakukan pemulihan kualitas air
|
5.
|
PT.
Delapan Paser Sejahtera
|
a.
Tumpang Tindih dengan Izin Perkebunan
b.
Tidak memberikan jaminan reklamasi
c.
Tidak melakukan pemulihan air
|
III.
INSTRUMEN
HUKUM
1. Aktifitas pertambangan memasuki Cagar
Alam Teluk Adang
Dari
sejumlah aktifitas yang dilakukan oleh 5 perusahaan pertambangan didalam
kawasan konservasi cagar alam teluk adang merupakan pelanggaran hukum
sebagaimana dijelaskan didalam Pasal 124 Pasal 134 ayat (2) UU Minerba
menyebutkan “bahwa kegiatan usaha
pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan
kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan,”
Kemudian
dijelaskan kembali didalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (UU Kehutanan) menyebutkan “bahwa
pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada
cagar alam serta zona inti & zona rimba pad ataman nasional.”
Penggunaan
kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang
mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. Kegiatan tersebut
meliputi: [12]
a)
Religi.
b)
Pertambangan.
c)
Instalasi pembangkit, transmisi, &
distribusi listrik,serta teknologi energy baru & terbarukan.
d)
Pembangunan jaringan telekomunikasi,
stasiun pemancar radio & stasiun relay telvisi.
e)
Jalan umum, jalan tol, & jalur kreta
api.
f)
Sarana transportasi yang tidak
dikategorikan sebagai sarana umum untuk keperuan pengankutan hasil produksi.
g)
Sarana & prasarana sumber daya air,
pembangunan jaringan instalasi air, & saluran air bersih dan/atau air
limbah.
h)
Fasilitas umum.
i)
Industri terkait kehutanan.
j)
Pertahanan & kemanan.
k)
Prasarana penunjang keselamatan umum.
l)
Penampungan sementara korban bencana
alam.
Penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a)
Hanya dapat dilakukan di dalam kawasan
hutan produksi dan/atau kawasan hutan lindung. Dengan demikian tidak boleh
dilakukan di kawasan hutan konservasi (cagar alam, Taman nasional, taman hutan
raya).[13]
b)
Tanpa mengubah fungsi pokok kawasan
hutan dengan mempertimbangkan batasan luasan & jangka waktu tertentu serta
kelestarian lingkungan.[14]
c)
Penggunaan kawasan hutan dilakukan
berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan.[15]
d) Penggunaan
kawasan hutan untuk pertambangan yang berdampak penting dan cakupan yang luas
serta bernilai strategis, izin pinjam pakai kawasan hutan hanya dapat diberikan
setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan
pertambangan dilakukan dengan ketentuan:
a)
Dalam kawasan hutan produksi dapat
dilakukan:
i. Penamangan
engan pola pertambangan terbuka.
ii. Penambangan
dengan pola pertambangan bawah tanah.
b)
Dalam kawasan hutan lindung hanya dapat
dilakukan penambangan dengan pola pertabangan awah tanah dengan ketentuan
dilarang mengakibatkan:
i.
turunnya permukaan tanah.
ii.
Berubahnya fungsi pokok kawaan hutan
secara permanen.
iii.
Terjadinya kerusakan akuiver tanah.
2.
Sanksi
Hukum
PT.
Satria Mahkota Gotek & PT. Putra OI yang melakukan aktifitas di wilayah
cagar alam teluk adang melanggar ketentuan Pasal 134 ayat (2) UU Minerba, Pasal
24 UU Kehutanan & Pasal 4 ayat (1) PP No. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan. Perbuatan tersebut diancam dengan hukuman sebagai berikut:
a)
melakukan aktifitas di wilayah cagar
alam teluk adang melanggar ketentuan Pasal 134 ayat (2) UU Minerba, Pasal 24 UU
Kehutanan & Pasal 4 ayat (1) PP No. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan. Perbuatan tersebut diancam dengan hukuman sebagai berikut:
b)
Barang siapa dengan sengaja mengerjakan
dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; diancam
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). (Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 50 ayat (3)
huruf a UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)
c)
Barang siapa dengan sengaja melakukan
kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di
dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri; diancam dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah). (Pasal 78 ayat (6) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf g UU 41 tahun
1999 tentang Kehutanan)
d)
Barang siapa dengan sengaja membawa
alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan
digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin
pejabat yang berwenang; diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). (Pasal 78
ayat (9) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf j UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan)
e)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas
nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan
terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan
pidana sesuai dengan ancaman pidana masing -masing ditambah dengan 1/3
(sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan (Pasal 78 ayat (14) UU 41 tahun 1999
tentang Kehutanan)
a)
Pasal 134 UU Minerba mengatur bahwa hak
atas WIUP, WPR, atau WIUPK tidak
meliputi hak atas tanah permukaan bumi. Selain itu hak IUP, IPR atau IUPK bukan
merupakan hak kepemilikan atas tanah. Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK
Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan
pemegang hak atas tanah.[17]
b)
Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan
kegiatan operasi produksi wajib menyelesaiakan hak atas tanah dengan pemegang
hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[18]
c)
Penyelesaian hak atas tanah tersebut dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP
atau IUPK.[19]
Pemegang IUP atau IUPK yang telah melaksanakan penyelesaian terhadap
bidang-bidang tanah dapat diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.[20]
d)
Menurut Pasal 100 PP. No 23 Tahun 2010[21]
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan, pemegang IUP Operasi Produksi
& IUPK Operasi Produksi yang akan melakukan kegiatan operasi produksi wajib
menyelesaikan sebagian atau seluruh hak atas tanah dalam WIUP atau WIUPK dengan
pemegang hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib memberikan kompensasi
berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemegang hak tas tanah. Kompensasi
tersebut dapat berupa sewa menyewa, jual beli atau pinjam pakai.
2.
Sanksi Hukum
Tidak adanya ganti rugi pembebasan lahan
yang dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek & PT. Putra OI melanggar
ketentuan Pasal 136 ayat (1) UU Minerba & Pasal 100 PP No. 23 Tahun 2010
tentan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan. Perbuatan tersebut diancam dengan
saknsi administrasi berupa:
a)
Peringatan tertulis.
b)
Penghentian sementara sebagian/seluruh
kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)
Pencabutan IUP,IUPK atau IPR.
Sanksi tersebut diberikan oleh menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
a)
Pasal 100 UU Minerba mengatur bahwa
pemegang IUP & IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi & jaminan
pascatambang. Dengan dana tersebut menteri, gubernur atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan
reklamasi & pascatambang dengan dana jaminan tersebut.
b)
Pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi & Pascatambang mengatur bahwa
pemegang IUP & IUPK wajib menyediakan jaminan reklamasi & jaminan pasca
tambang. Jaminan reklamasi tersebut terdiri atas jaminan reklamasi tahap
eksplorasi & jaminan reklamasi tahap operasi produksi. Penempatan jaminan
reklamasi tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP & IUPK untuk
melaksanakan reklamasi.[23]
c)
Jaminan reklamasi tahap eksplorasi
ditetapkan sesuai dengan rencana reklamasi yang disusun berdasarkan dokumen
lingkungan hidup & dimuat dalam rencana kerja & anggaran biaya
eksplorasi.[24]
Jaminan reklamasi ditempatkan pada bank pemerintah dalam bentuk deposito
berjangka.[25]
Penempatan jaminan reklamasi tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rencana kerja & anggaran biaya tahap
eksplorasi disetujui oleh meneri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.[26]
d)
Untuk jaminan reklamasi tahap operasi
produksi ditetapkan sesuai dengan rencana reklamasi.[27]
Jaminan reklamai tersebut dapat berupa: (a) rekening bersama pada bank
pemerintah; (b) deposito berjangka pada bank pemerintah; (c) bank garansi pada
bank pemerintah atau bank swasta nasional; (d) cadangan akutansi.[28]
Penempatan jaminan reklamasi tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rencana reklamasi disetujui oleh meneri,
gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.[29]
e)
Pasal 16 ayat (1) Perda Provinsi
Kalimantan Timur Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi &
Pasca Tambang mengatur bahwa pemegang IPR, IUP Eksplorasi & IUPK Eksplorasi
wajib menempatkan dana jaminan reklamasi & pascatambang. Untuk pemegang IPR,
IUP Operasi Produksi & IUPK Operasi Produksi wajib menempatkan dana jaminan
reklamasi & pascatambang sebelum melakukan kegiatan dengan jumlah untuk
menutupi seluruh biaya pelaksanaan reklamasi & pascatambang. Penempatan
dana jaminan reklamasi & pascatambang tersebut wajib diumumkan di media
massa.
f)
Pemegang IPR, IUP, IUPK & Pemegang
izin pertambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah wajib menempatkan dana
jaminan reklamasi & pascatambang dengan cara sebagai berikut:[30]
1.
Tahap eksplorasi dilakukan dalam bentuk
deposito berjangka.
2.
Tahap operasi produksi dilakukan dalam
bentuk rekening bersama pada bank pemerintah, deposito berjangka pada bank
pemerintah, bank garansi pada bank pemerintah atau bank swasta nasional,
asuransi atau cadangan akutansi.
g)
Pemegang izin pertambangan
wajibmenyediakan dana tambahan dalam hal jumlah dana jaminan reklamasi &
pascatambang tidak mencukupi sampai dengan pelaksanaan reklamasi &
pascatambang dinyatakan selesai.[31]
Penempatan jaminan reklamasi tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP &
IUPK untuk melaksanakan reklamasi.[32]
2.
Sanksi
Hukum
Ketidak jelasan penempatan jaminan
rekalamasi dari oleh PT. Telen Paser Prima, PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Putra
OI & PT. Delapan Paser Sejahtera melanggar ketentuan Pasal 100 UU Minerba,
Pasal 29 ayat (1) PP No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi & Pascatambang
& Pasal 16 ayat (1) & ayat (2) Perda Provinsi Kalimantan Timur No. 8
tahun 2013 tenntan Penyelenggaraan Reklamasi & Pascatambang.
Pelanggaran terhadap ketentaun Pasal 100
UU Minerba & Pasal 29 ayat (1) PP No. 78 tahun 2010 dikenakan sanksi
administrasi berupa:
a)
Peringatan tertulis.
b)
Penghentian sementara sebagian/seluruh
kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)
Pencabutan IUP,IUPK atau IPR.
Sanksi administrasi berupa pencabutan IUP, IUPK atau
IPR tidak menghilangkan kewajiban untuk melakukan reklamasi & pascatambang.
Sanksi administrasi tersebut diberikan oleh menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
1. Tidak menutup lubang galian yang sudah
tidak ditambang.[33]
Pemegang IUP & IUPK wajib menerapkan
kaidah teknik pertambangan yang baik. Dalam penerapan kaidah teknik
pertambangan yang baik pemegang IUP & IUPK wajib melaksanakan pengelolaan
& pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi &
pascatambang.[34]
Pasal 20 ayat
(1) PP No. 78 tahun 2010 tentang Reklamasi & Pascatambang mengatur bahwa
pemegang IUP Operasi Produksi & IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan
reklamasi & pascatambang sesuai dengan rencana reklamasi & rencana
pascatambang sampai memenuhi kriteria keberhasilan. Dalam melaksanakan
reklamasi & pascatambang pemegang IUP Operasi Produksi & IUPK Operasi
Produksi harus menunjuk pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
reklamasi & pascatambang.[35]
Pelaksanaan reklamasi dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu.[36]
Pelaksanaan reklamasi dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu.[36]
Pemegang IPR,
IUP Operasi Produksi & IUPK Operasi Produksi termasuk izin pertambangan
yang dikeluarkan oleh pemerintah wajib melakukan reklamasi selama 30 (tiga
puluh) hari sejak tidak digunakan area yang telah ditambang.[37]
Kewajiban melakukan reklamasi tersebut dilakukan berdasarkan rencana reklamasi
yang telah disetujui.
2.
Sanksi
Hukum
Adanya lubang
bekas tambang yang dibiarkan di wilayah izin usaha pertambangan PT. Satria
Mahkota Gotek & PT. Putra OI melanggar ketentuan Pasal 96 UU Minerba, Pasal
20 ayat (1) PP No. 78 tahun 2010 & Pasal 8 Perda Provinsi Kalimantan Timur
No. 8 Tahun 2013. Perbuatan tersebut diancam dengan sanksi administrasi berupa:
a)
Peringatan tertulis.
b)
Penghentian sementara sebagian/seluruh
kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)
Pencabutan IUP,IUPK atau IPR.
Sanksi administrasi berupa pencabutan
IUP, IUPK atau IPR tidak menghilangkan kewajiban untuk melakukan reklamasi
& pascatambang. Sanksi administrasi tersebut diberikan oleh menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
1. Tidak ada konsultasi AMDAL[38]
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) mengatur
bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Kriteria
usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan
amdal terdiri atas:[39]
a)
Pengubahan bentuk lahan & bentang
alam.
b)
Eksploitasi sumber daya alam, baik yang
terbarukan maupun yang tidak terbarukan.
c)
Proses & kegiatan yang secara
potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
serta pemborosan & kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.
d)
Proses & kegiatan yang hasilnya
dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial
& budaya.
e)
Proses & kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya.
f)
Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan,
& jasad renik.
g)
Pembuatan & penggunaan bahan hayati
& non hayati.
h)
Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi
dan/atau mempengaruhi pertahanan negara.
i)
Penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
j)
Pelibatan masyarakat tersebut
dilaksanakan dalam proses pengumuman & konsultasi publik dalam rangka
menjaring saran & tanggapan. Pelibatan masyarakat harus dilakukan
berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan & lengkap serta
diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.[41]
Masyarakat yang turut dilibatkan meliputi:[42]
(a) masyarakat terkena dampak; (b) Pemerhati lingkungan hidup; (c) Yang
terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal. Masyarakat
tersebut dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.[43]
k)
Menurut Pasal 9 ayat (1) PP Nomor 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan pemrakarsa dalam menyusun dokumen amdal
mengikutsertakan masyarakat:
1.
Yang terdampak.
2.
Pemerhati lingkungan hidup.
3.
Yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses amdal.
l)
Pengikutsertaan masyarakat dilakukan
sebelum penyusunan dokumen kerangka acuan. Pengikutsertaan masyarakat dilakukan
melalui pengumuman usaha dan/atau kegiatan & konsultasi publik.[44]
m)
Masyarakat dalam jangka waktu 10
(sepuluh) hari kerja sejak pengumuman berhak mengajukan saran, pendapat, &
tanggapan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.[45]
Saran, tanggapan & pendapat tersebut disampaikan secara tertulis kepada
pemrakarsa & menteri, gubernur, atau bupati/walikota.[46]
n)
Kewajiban pelibatan masyarakat dalam
penyusunan amdal juga diatur dalam Pasal 34 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Pasal itu menyebutkan bahwa warga
masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan
kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup,
rencana pengelolaan lingkungan hidup & rencana pemantauan lingkungan hidup.
2. Sanksi Hukum
Tidak adanya sosialisasi yang dilakukan
oleh PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Putra OI, & PT. Paser Buen Energy dalam
penyusunan amdal telah meanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 9 ayat (1)
PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, & Pasal 34 ayat (1) PP No.
27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
1. Tidak melakukan pemulihan kualitas air
tanah[47]
Dalam penerapan kaidah teknik
pertambagan yang baik, pemegang IUP & IUPK wajib melaksanakan pengelolaan
sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair
atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media
lingkungan.[48]
Untuk menajmin lingkungan hidup yang
sehat & lestari pemegang IUP & IUPK juga wajib menjamin penerapan
standar & baku mutu lingkungan seuai dengan karakteristik suatu daerah.[49]
Selain itu pemegang IUP & IUPK juga wajib menjaga kelestarian fungsi &
daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.[50]
Pasal 54
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolan
Lingkungan Hidup menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan
hidup. Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:
a)
Penghentian sumber pencemaran &
pembersihan unsur pencemar.
b)
Remediasi.
c)
Rehabilitasi.
d)
Restorasi.
e)
Cara lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi.
Setiap orang berkewajiban memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.[51]
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:[52]
a)
Memberikan informasi yang terkait dengan
perlindungan & pengelolaan lingkungan hiup secara benar, akurat, terbuka
& tepat waktu.
b)
Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan
hidup.
c)
Menaati ketentuan tentang baku mutu
lingkungan hidup dan/atau baku kerusakan lingkungan hidup.
Setiap orang dilarang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup,
dilarang membuang limbah ke media lingkungan & dilarang membuang B3 &
limbah B3 ke media lingkungan.[53]
Menurut Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004 tenntang Sumber Daya Air, setiap orang atau badan usaha dilarang
melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air & prasarananya,
mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air. Selain
itu setiap orang atau badan usaha juga dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya daya rusak air.[54]
Pasal 37 PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air & Pengendalian Pencemaran Air menyebutkan bahwa
setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang membaung air limbah ke air
atau sumber air wajib mencegaj & menanggulangi terjadinya pencemaran air.
Pasal 30 ayat (1) Perda Provinsi
Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air &
Pengendalian Pencemaran Air menyebutan bahwa setiap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang melakukan pencemaran air pada sumber air, pesisir atau
laut wajib melakukan penanggulangan pencemaran air. Penanggulangan pencemaran
air tersebut dilakukan dengan cara:
a)
Menghentikan sementara sebagian atau
seluruh sumber dampak yang mengakibatkan pencemaran air pada sumber air,
pesisir atau laut.
b)
Menangani secara teknis sumber air,
pesisir atau laut.
c)
Mengamankan & menyeamatkan
masyarakat, hewan & tanaman.
d)
Mengisolasi lokasi terjadinya pencemaran
air pada sumber air, pesisir atau laut sehingga dampaknya tidak meluas atau
menyebar.
e)
Cara lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan & teknologi.
Sedangan Pasal 31 ayat (1) Perda
Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 mengatur bahwa setia
penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pncemaran air pada
sumber air, pesisir atau laut wajib melakukan pemulihan akibat pencemaran yang
dilakukannya. Pemulihan pencemaran air pada sumber air, pesisr atau laut
tersebut dilaksankan dengan cara:
a)
Membersihka media air pada sumber air,
tanah, pesisir atau laut yang tercemar.
b)
Menutip sebagian atau seluruhnya sumber
dampak yang mengakibatkan pencemaran.
c)
Merelokasi usaha dan/atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan pencemaran air pada sumber air, pesisir atau laut.
d)
Cara lain yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi.
Pasal 35 ayat (1) Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 mengatur bahwa setiap orang yang melakukan udaha dan/atau kegiatan wajib:
a) melakukan
pengelolaan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang ke lingkungan
setiap saat tidak melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan;
b) membuat
saluran pembuangan air limbah tertutup atau kedap air sehingga tidak terjadi
perembesan air limbah ke lingkungan (kecuali dari proses run off untuk
kegiatan pertambangan umum);
c) melakukan
pengukuran debit air limbah dengan memasang alat ukur debit/laju alir air
limbah atau melakukan perhitungan debit air limbah, serta melakukan pencatatan
debit harian air limbah tersebut;
d) tidak
melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampurkan buangan air bekas
pendingin ke dalam aliran pembuangan air limbah;
e) menguji
kadar parameter baku mutu air limbah di laboratorium yang terakreditasi atau
laboratorium rujukan secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam sebulan
atau ditentukan secara khusus dalam lampiran setiap jenis industri;
f) memisahkan
saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpahan air hujan;
g) melakukan
pencatatan produksi bulanan senyatanya;
h) menyampaikan
laporan tentang catatan debit harian dan kadar parameter bulanan BMAL dan produksi
bulanan senyatanya sebagaimana dimaksud pada huruf c, huruf e dan huruf g
paling sedikit 1 (satu) bulan sekali kepada Instansi Lingkungan Hidup
Kabupaten/Kota, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, Kementerian
Negara Lingkungan Hidup dan instansi teknis lain yang dianggap perlu ses dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 36 Perda Provinsi Kalimantan Timur
Nomor 2 Tahun 2011 mengatur bahwa setiap orang dilarang:
a)
Melakukan pencemaran air pada sumber
air, pesisir atau laut.
b)
Melanggar baku mutu air limbah.
c)
Melakukan pembuangan air limbah ke media
sumber air, pemanfaatan air limbah unutk aplikasi pada tanah, dan/atau
pembuangan air limbah ke esisir atau laut tanpa memiliki izin pembuangan air
limbah dari pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Sanksi Hukum
PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Paser Buen
Energy, & PT. Delapan PAser Sejahtera dalam menjalankan aktifitas
prtambangannya tidak melakukan perbaikan kualitas air. Hal itu melanggar
ketentuan Pasal 96 huruf e, Pasal 97, & Pasal 98 UU Minerba, Pasal 54,
Pasal 67, Pasal 68 & Pasal 69 ayat (1) huruf a,e,& f Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009, Pasal 24 & Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004,
Pasal 37 PP Nomor 82 Tahun 2001, Pasal 30 ayat (1), Pasal 35 ayat (1), &
Pasal 36 Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011. Dengan ancaman
human sebagai berikut:
·
Pelanggaran terhadap Pasal 96 huruf e,
Pasal 97, & Pasal 98 UU Minerba diancam dengan sanksi administrasi berupa:
a)
Peringatan tertulis.
b)
Penghentian sementara sebagian/seluruh
kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)
Pencabutan IUP,IUPK atau IPR.
·
Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien,
baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).[55]
·
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).[56]
·
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).[57]
·
Setiap orang yang karena kelalaiannya
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air
laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).[58]
·
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).[59]
·
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan
denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp 9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).[60]
·
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).[61]
·
Apabila tindak pidana lingkungan hidup
dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi
pidana dijatuhkan kepada:[62]
a) badan
usaha; dan/atau
b) orang
yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang
bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
·
Apabila tindak pidana lingkungan hidup
dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan
lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan
terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa
memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau
bersama-sama.[63]
·
Jika tuntutan pidana diajukan kepada
pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana ancaman pidana yang dijatuhkan
berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.[64]
·
Terhadap tindak pidana sanksi pidana yang
dilakukan oleh, unutk atau atas nama badan usaha sanksi pidana dijatuhkan
kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam
dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku
fungsional.[65]
·
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau
tindakan tata tertib berupa:[66]
a) perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b) penutupan
seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c) perbaikan
akibat tindak pidana;
d) pewajiban
mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e) penempatan
perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
·
Dipidana dengan pidana penjara paling
lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah):[67]
a) setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber
air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan
pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b) setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
·
Dipidana dengan pidana penjara paling
lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah):[68]
a) setiap
orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan
prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan
pencermaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b) setiap
orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
·
Dalam hal tindak pidana sumber daya air
dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan terhadap badan usaha yang
bersangkutan. Pidana yang dijatuhkan adalah denda ditambah dengan sepertiga
denda yang dijatuhkan.[69]
·
Setiap penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan usaha yang tidak mencegah & menagguangi terjadinya encemaran air
dapat dijatuhi sanksi administrasi oleh bupati/walikota.[70]
·
Setiap orang yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Perda Provinsi
Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 dipidana dengan pidana kurungan paling lama
6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).[71]
·
Setiap orang yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 45 Perda
Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 dipidana dengan pidana penjara dan
denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.[72]
1. IUP Operasi Produksi dialihkan ke pihak
lain.[73]
Pasal 93 UU Minerba menyebutan bahwa pemegang IUP
& IUPK tidak boleh memindahkan IUP & IUPK-nya kepada pihak lain. Untuk
pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat
dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu. Pengalihan
kepemilikan tersebut dilakukan dengan syarat:
a) Harus
memberitahu kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
b) Sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012 tentang
Perubahan Peratama atas PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan menyebutkan bahwa Pemegang IUP & IUPK tidak boleh memindahkan
IUP & IUPK-nya kepada pihak lain. Pihak lain di sini meliputi badan usaha
yang 51% atau lebih sahamnya tidak dimiliki o;eh pemegang IUP & IUPK.
Dengan kata lain IUP & IUPK hanya dapat dipindahkan kepada badan usaha yang
51% atau lebih sahamnya dimiliki oleh IUP & IUPK.
2. Sanksi Hukum
Pengalihan IUP Operasi Produksi PT. Satria Mahkota
Gotek kepada PT. Suma dibolehkan jika PT. Satria Mahkota Gotek minimal memiliki
minimal 51% saham PT. Suma. Jika tidak berarti ada pelanggaran dalam pemindahan
IUP Operasi Produksi tersebut & PT. Suma dapat dikenai hukuman karena
melakukan usaha penambangan tanpa memiliki IUP, IPR , atau IUPK.
Pelanggaran
terhadap Pasal 93 UU Minerba diancam dengan sanksi administrasi berupa:
a)
Peringatan tertulis.
b)
Penghentian sementara sebagian/seluruh
kegiatan eksplorasi atau operasi produksi.
c)
Pencabutan IUP,IUPK atau IPR.
Sedangkan melakukan usaha penambangan tanpa memiliki
IUP, IPR, IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
& denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).[74]
Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh suatu badan hukum, selain pidana penjara
& denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan
hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah1/3 (satu pertiga)
kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan.[75]
Selain pidana denda , badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:[76]
a) Pencabutan
izin usaha.
b) Pencabutab
status badan hukum
Kepada
pelaku tindak pidana di sektor pertambangan sebagaimana diatur dalam Pasal 158,
Pasal 159, Pasal 160, PAsal 161, & Pasal 162 UU Minerba dapat dikenai
pidana tambahan berupa:[77]
a)
Perampasan barang yang digunakan dalam
melakukan tindak pidana.
b)
Perampasan keuntungan yang diperoleh
dari tindak pidana.
c)
Kewajiban membayar biaya yang timbul
akibat tindak pidana.
Tumpang tindih
izin pemanfaatan di lokasi yang sama menunjukkan adanya permaslahan dalam
penerbitan izin-izin tersebut. UU Minerba selain mengatur ketentuan pidana yang
ditujukan kepada perbuatan yang dilakukan oleh penerima/pemegang izin tambang
juga mengatur tentang tindak pidana yang ditujukan keepada pejabat pemberi izin
sebagaimana diatur dalam Pasal 165 UU Minerba.
“Setiap orang
yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan undang-undang
ini & menyakahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2
(dua) tahun penjara & dengan paling banyak Rp 200.000.00,00 (dua ratus juta
rupiah).”
Perbuatan
penyalahgunaan kewenangan sifatnya luas tetapi terhadap pejabat penerbit izin
tersebut dibatasi sepanjang perbuatan penerbit IUP, IPR, atau IUPK saaja.
Tujuan daiturnya tindak pidana ini agar pejabat tersebut dapat bekerja dengan
baik & melayani kepentingan masyarakat dengan semestinya.
2. Sanksi Hukum
Adanya izin
pemanfaatn lain di WIUP PT. Delapan Paser Sejahtera harus ditelusuri lebih
lanjut. Apakah ini disengaja atau hanya sebatas kelalaian. Apabila terbukti
pihak yang berwenang mengeluarkan izin menyalahgunakan kewenangannya maka
kepada pihak tersebut dapat dikenai ancaman pidana sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 165 UU Minerba.
[1] Data ini, dihimpun dari
Dokumen Paser dalam Angka Tahun 2014
yang merupakan arsip yang dimiliki Badan
Pusat statistik Kabupaten Paser Tanggal 19 September 2014.
[2] Data ini dihimpun dari
dokumen penetapan dan pembagian tata kelola kawasan hutan Dinas Kehutanan dan
pertambangan Kabupaten Paser pada tanggal 17 September 2014
[3] Data Ini diolah
berdasarkan peta Kabupaten Paser Berdasarkan status kawasan pada tanggal 27 Desember 2014.
[7] Data
daftar nama perusahaan pemegang IUP yang terdaftar DI Kab, Paser sampai tanggal
31 Juli 2014 yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan dan Pertambangan Kab. Paser.
Pada tanggal 12 September 2014
[8] Diakses dari Dokumen
hasil penelitian balitek KSDA,”Mengelola
Konservasi Berbasis Kearifan Lokal,” Kementerian Kehutanan badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan, pada Tanggal 20 September 2014.
[9] Data ini dihimpun dari
dokumen IUP Juli 2014 Dinas Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Paser pada 12
September 2014.
[10] Data ini dikutip dari
hasil laporan penelitian ICW pemetaan awal dugaan tindak pidana korupsi sektor
kehutanan di Kabupaten Paser
[11] Data ini dihimpun dari
temuan lapangan dalam project penelitian local monitoring dugaan tindak pidana
korupsi sektor kehutanan di Kabupaten Paser, ICW, pada tanggal, 9 November
2014.
[12] Pasal 4 ayat (1) PP No .
24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
[13] Pasal 3 ayat (1).
[14] Pasal 3 ayat (2).
[15] Pasal 6 ayat (1).
[16] Pelanggaran ini
dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek, PT.Putra OI, PT.
[17] Pasal 135 UU Minerba.
[18] Pasal 136 ayat (1).
[19] Pasal 136 ayat (2).
[20] Pasal 137
[21] PP No 24 Tahun 2010
sudah 2 (dua) kali dirubah. Perubahan pertama dengan PP. No. 24 tahun 2012
& perubahan kedua dengan PP No. 1 Tahun 2014. namun, ketentuan Pasal 100
ini tidak mengalami perubahan.
[22] Pelanggaran ini
dilakukan oleh PT. Telen Paser Prima, PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Putra OI
& PT. Delapan Paser Sejahtera.
[23] Pasal 32.
[24] Pasal 30 ayat (1) PP No.
78 Tahun 2010.
[25] Pasal 30 ayat (2).
[26] Pasal 30 ayat (3).
[27] Pasal 31 ayat (1).
[28] Pasal 31 ayat (2).
[30] Pasal 17 ayat (1) Perda
Prov. Kaltim No. 8 Tahun 2013
[31] Pasal 17 ayat (2).
[32] Pasal 18.
[33] Pelanggaran ini
dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek & PT. Putra OI, PT.
[34] Pasal 96 huruf c UU
Minerba.
[35] Pasal 20 ayat (2).
[36] Pasal 21.
[37] Pasal 8 Perda Provinsi
Kalimantan Timur No. 8 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan reklamasi &
pascatambang.
[38] Pelanggaran ini
dilakukan oleh PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Putra OI & PT. Paser Buen
Energy.
[39] Pasal 23 ayat (1) UU No.
32 Tahun 2009.
[40] Pasal 26 ayat (1).
[41] Pasal 26 ayat (2).
[42] Pasal 26 ayayt (3).
[43] Pasal 26 ayayt (4).
[44] Pasal 9 ayat (2) PP No.
27 Tahun 2012.
[47] Pelanggran ini dilakukan
oleh PT. Satria Mahkota Gotek, PT. Paser Buen Energy, & PT. Delapan PAser
Sejahtera.
[48] Pasal 96 huruf e UU
Minerba.
[49] Pasal 97 UU Minerba.
[50] Pasal 98 UU Minerba.
[51] Pasal 67 UU PPLH.
[52] Pasal 68 UU PPLH.
[53] Pasal 69 ayat (1) huruf
a, e, & f UU PPLH.
[54] Pasal 52 UU No. 7 Tahun
2004
[55] Pasal 98 ayat (1) UU
PPLH.
[56] Pasal 98 ayat (2) UU
PPLH.
[57] Pasal 98 ayat (3) UU
PPLH.
[58] Pasal 99 ayat (1) UU
PPLH.
[59] Pasal 99 ayat (2) UU
PPLH.
[60] Pasal 99 ayat (3) UU
PPLH.
[61] Pasal 114 UU PPLH.
[62] Pasal 116 ayat (1) UU
PPLH.
[63] Pasal 116 ayat (2) UU
PPLH.
[64] Pasal 117 UU PPLH.
[65] Pasal 118 UU PPLH.
[66] Pasal 119 UU PPLH.
[67] Pasal 94 ayat (1) UU No.
7 Tahun 2004.
[68] Pasal 95 ayat (1) UU No.
7 Tahun 2004.
[69] Pasal 96 ayat (1) &
ayat (2) UU No. 7 Tahun 2004.
[70] Pasal 48 PP No. 82 Tahun 2001.
[71] Pasal 57 ayat (1) Perda
Prov. kaltim No. 2 Tahun 2011.
[72] Pasal 58 ayat (1) Perda
Prov. kaltim No. 2 Tahun 2011.
[73] Pelanggran ini dilakukan
oleh PT. Satria Mahkota Gotek
[74] Pasal 158 UU Minerba
[75] Pasal 163 ayat (1) UU
Minerba.
[76] Pasal 163 ayat (2) UU
Minerba.
[77] Pasal 164 UU Minerba.
[78] Dilakukan oleh PT.
Delapan Paser Sejahtera.
IV. LAMPIRAN DOKUMENTASI
IV. LAMPIRAN DOKUMENTASI
![]() | |||
Lokasi Cagar Alam Teluk Adang |
Lubang Pasca Tambang tidak di Reklamasi |
Lahan Tambang di Kawasan Cagar Teluk Adang |
Kerusakan sebagian Lahan Manggrove |
kalau masalah ganti rugi tanam tumbuh ,, terhadap masarakat dari perusahaan kerja sama dua negara gmana ya kejelasan y? saya bingung kita selaku masyarakat kah yang salah pd pmerintah atau perusahaan atau gmana yaaa? heeee
BalasHapus