Kabupaten Paser
Produksi perkebunan kelapa
sawit di Kabupaten Paser terbilang melimpah dukungan terhadap sektor ini begitu
masif mengingat sektor perkebunan yang dikembangkan sesuai dengan letak
topografi dan kontur tanah dan wilayah sehingga, sektor perkebunan menjadi salah
satu tulang punggung Pemerintah Kabupaten Paser untuk meraup pendapatan asli
daerah (PAD) dari sektor ini sedangkan dalam perkembanganya pengelolaan sektor
perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Paser tidak hanya dikelola oleh pemerintah
kabupaten namun, juga turut mengakomodir keterlibatan pihak investor dan swasta
dalam mengelola kelapa sawit yang notabena menurut petani sawit vegetasi
tumbuhan ini boros serapan air.
Selain usaha produksi kelapa sawit yang
dikelola pemerintah maupun pihak swasta produksi perkebunan kelapa sawit juga
giat digalakan oleh masyarakat setempat.
Sehingga, tidak mengherankan jika 60 persen pedesaan yang terdapat di Kabupaten
Paser memiliki potensi perkebunan kelapa sawit. Produksi kepala sawit ini tentunya memberikan
keuntungan besar tidak hanya pajak retribusi atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Paser dari
sektor ini juga memberikan peluang lapangan pekerjaan kepada penduduk setempat.
Selain,
karena kontur tanah dikabupaten Paser dapat menyesuaikan dengan tumbuh kembang
bibit kelapa sawit kebijakan pemerintah
juga memiliki andil besar terhadap sektor ini. Lantas melihat dominasi kelapa
sawit sebagai sektor penyumbang PAD terbesar didaerah kabupaten banuo taka ini
sudahkah kebijakan ini diterapkan tanpa menabrak aturan-aturan yang ada baik
regulasi ditingkat daerah maupun ditingkat pusat ?
Indikasi
celah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemangku kebijakan tidak menutup
kemungkinan dilakukan mengingat sektor ini, merupakan lahan basah bagi pemangku
kebijakan untuk memperkaya diri sendiri dan kepentingan partai poitik
pengusung. Mekanisme dalam kebijakan pemberian izin usaha perkebunan dapat
menjadi salah satu indikator celah pelanggaran hukum terutama tindak pidana korupsi.
Adapun, celah-celah ini dimanfaatkan oleh pemangku kebijakan melalui
tahapan-tahapan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Jika merujuk pada
aturan yang ada untuk mendapatkan izin Usaha perkebunan tentunya harus melalui
tahapan-tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu oleh pihak perusahaan
swasta/ investor diantara tahapan tersebut sebagai berikut yaitu:
a.
Surat pernyataaan dari Kepala Desa menyatakan
tanah Negara
b.
Arahan lokasi
c. Persetujuan prinsip
arahan lokasi dari Bupati
d.
Izin lokasi untuk pembangunan perkebunan
kelapa sawit
e. Izin pembukaan
lahan
f.
Penetapan kebun masyarakat diluar areal IUP-P dan IUP-B oleh Bupati usulan
Camat
g. Kesepakatan
pelepasan hak atas tanah dari masyarakat diketahui oleh Gubernur atau Bupati
h.
Izin pelepasan kawasan hutan dari Kemenhut
i.
Izin pemakaian alat berat dari Bupati
j.
Izin Lingkungan dari Gubernur atau Bupati
k.
Surat Hak Guna Usaha
Dari tahapan-tahapan yang sudah
ditetapkan ini tidak sepenuhnya berjalan dengan maksimal seperti lalainya pihak
pemodal serta sikap pragmatis dalam memenuhi prasyarat yang sudah ditetapkan
itu menjadi soal dan polemik berkepanjangan jika pemerintah daerah kabupaten
Paser tidak empati dan tegas dalam mengambil sikap. Tentunya, persoalan ini
akan menimbulkan efek negatif yaitu
prilaku semena-mena dan tidak taat aturan dilakukan oleh pihak perusahaan
swasta bahkan tidak dapat menutup kemungkinan loggarnya kebijakan tersebut akan menimbulkan kerusakan
lingkungan disekitar area usaha perkebunan.
Kebijakan, yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Paser untuk sektor perkebunan menjadi tolak ukur keberlangsungan
sektor usaha perkebunan dimasa yang akan datang namun, yang terpenting adalah
kebijakan yang berlakukan betul-betul untuk kesejahteraan masyrakat di
Kabupaten Paser bukan mengeluarkan kebijakan yang hanya bertujuan untuk meraup
keuntungan dan kekayaan pribadi penguasa atau golongan tertentu.
Sektor perkebunan memang tidak
sepenuhnya menjadi pusat perhatian dibandingkan dengan sektor-sektor lainya
seperti pertambangan maupun kehutanan. Namun, jika ditelaah lebih detail sektor
ini justru menjadi sarang bagi penguasa untuk memperkaya diri melalui sistem
kebijakan yang longgar dan tebang pilih sementara, begitu juga dengan dukungan pihak investor yang terkesan pragmatis yang
menghalalkan segala cara meskipun menabrak aturan yang berlaku sehingga izin
dapat diterbitkan dengan mengenyampingkan syarat-syarat yang ada. Indikasi
tindak pidana korupsi di sektor perkebunan bukan tidak mungkin saat ini sudah
dilakukan oleh pemangku kebijakan di Kabupaten Paser hanya saja belum sepenuhnya dapat
dipublikasikan selain karena pemerintah daerah melakukanya dengan rapi tanpa
tersentuh oleh penegak hukum. Kecendrungan masyarakat yang apatis semakin melangnggengkan
praktek korupsi ini kian menjamur bahkan ke akar rumput setingkat aparat desa
pun juga ikut bermain dalam meraup keuntungan dari sektor ini.
Jika persoalan itu, menjadi tolak ukur maka
celah-celah tindak pidana korupsi yang mungkin bisa saja dilakukan melalui
kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Paser indikatornya adalah sebagai
berikut;[1]
Pada
tahap pelaksanaan kegiatan di sektor perkebunan,
korupsi dapat terjadi antara lain pada:
i.
Tahap
penyusunan Amdal
Korupsi dalam
tahap penyusunan Amdal umumnya dilakukan dengan melakukan suap atau gratifikasi
kepada pejabat penyusun Amdal (Komisi Amdal dan BPLH), agar pejabat penyusun
Amdal mempercepat pembuatan Amdal tanpa perlu melakukan verifikasi mendalam
terhadap kondisi kelayakan lingkungan atau memanipulasi data dampak terhadap
lingkungan. Rawan suap juga terjadi karena tempat pertemuan dan
pembiayaan rapat dibayar oleh perusahaan.
ii.
Tahap
perolehan lahan untuk perkebunan
Lahan
untuk perkebunan dapat berupa kawasan hutan atau non kawasan hutan (atau
dikenal dengan sebutan Areal Penggunaan Lain – APL). Jika lahan tersebut berada
di dalam kawasan hutan, maka (calon) pengusaha kebun wajib mendapatkan izin
pelepasan kawasan agar dapat mengusahakan kawasan tersebut.
Beberapa
pola korupsi yang dapat terjadi tahap ini adalah:
-
Suap
atau gratifikasi untuk mendapatkan izin pelepasan kawasan yang menyalahi
Rencana Tata Ruang, misalnya memberi suap kepada pejabat di Kemenhut agar dapat
membuka kebun di dalam kawasan hutan lindung.
-
Suap
atau gratifikasi untuk mendapatkan izin lokasi yang menyalahi aturan. Ijin Lokasi ini merupakan ijin awal yang harus dimiliki
perusahaan untuk mendapatkan lokasi investasi dan melakukan pembebasan lahan
terhadap masyarakat.
-
Menyalahgunakan kewenangan untuk
memperkaya diri sendiri. Modus ini digunakan dalam pengadaan dan pelepasan tanah untuk kebun sawit dimana pejabat
pemerintah tidak membayar ganti rugi kepada masyarakat.Modusnya perusahaan sawit
mengajak aparat pemerintah (pejabat di Dinas Pertanian, Camat, Kapolsek, Danramil serta Kades), untuk ikut
melakukan pembebasan lahan dan pembayaran ganti rugi lahan masyarakat. Namun
kerap ditemukan pagu pelepasan lahan dari perusahaan disunat oleh oknum pemerintah ini ketika melakukan pembayaran kepada
masyarakat. Bentuk korupsi lainnya dalam tahap ini adalah mengajukan izin pelepasan kawasan untuk perkebunan
sawit, tetapi yang dilakukan di kawasan tersebut justru menebang
kayu dan setelah
mendapatkan kayu, perkebunan sawit tidak kunjung ditanam.
iii.
Tahap
kegiatan perkebunan
Pada
tahap ini, korupsi umumnya terjadi dalam bentuk:
-
Suap
atau gratifikasi agar dapat melakukan usaha perkebunan di areal seluas ≥ 25 Ha
tanpa Izin Usaha Perkebunan (IUP)
-
Suap
atau gratifikasi agar memperoleh IUP walaupun kawasan atau lahan yang diajukan
tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kalaupun lokasi yang
dimintakan izin sesuai dengan RTRW, seringkali pengusaha harus membayar untuk
mendapatkan IUP, bahkan hingga mencapai Rp. 50 juta
-
Suap
atau gratifikasi untuk mendapatkan IUP tanpa Amdal dan/atau izin pelepasan
kawasan dan/atau izin lokasi
-
Suap
atau gratifikasi untuk mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU) tanpa izin pelepasan
kawasan dan/atau izin lokasi dan/atau IUP. Dalam proses pengurusan ini, biasanya ada proses tarik-ulur antara
perusahaan dan pemerintah, dalam hak ini BPN Pusat, yang berkepentingan
menerbitkan HGU. Ada sebagian perusahaan menunda-nunda pengurusan HGUnya demi
menghindari pajak bumi dan bangunan. Anehnya, tidak ada satu pihak pun yang
merasa berkepentingan untuk menghukum perusahaan yang menghindari pajak ini.Dari
situasi ini, penulis berasumsi dinas pertanian dan dinas perpajakan sepertinya
terindikasi menerima suap sehingga tidak melakukan tindakan apapun.
Selain itu, ketika perusahaan melakukan pengurusan HGU,
panitia B (pihak pemerintah yang diwakili oleh pemkab, pemprov, BPN kab, BPN
prov dan bapedalda, kerap meminta fasilitas dar perusahaan untuk melakukan
pengukuran lahan, pertemuan dengan banyak masyarakat soal sengketa lahan dan
lain sebagainya. Itu belum termasuk biaya administrasi yang harus dikeluarkan
ketika pengurusan HGU.
Berdasarkan tahapan-tahapan itu, menjadi mata rantai yang melibatkan
berbagai element seperti dari lembaga pemerintah kabupaten, meskipun sulit
untuk membuktikan keterlibatan Pemerintah Kabupaten Paser lantaran tidak
terbukanya pihak pemerintah kabupaten untuk menganalisa dokument perizinan
disektor perkebunan kelapa sawit. Namun, jika berdasarkan karakteristik umum
pelanggaran/perbuatan melanggar hukum yang sering dilakukan oleh perusahaan
diantaranya yaitu perbuatan didalam kawasan hutan tanpa hak/izin, perbuatan
atas hasil hutan tanpa izin dan pengrusakan hutan.
Padahal, didalam UU
Perkebunan No. 18 Tahun 2004 disebutkan beberapa jenis perbuatan yang akan
dikenakan ketentuan pidana yaitu:
1) Setiap orang
yang dengan sengaja melakukan usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan
tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan
kapasitas tertentu tidak memiliki izin usaha perkebunan
2) Setiap orang
yang karena kalalaiannya melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan dengan
luasan tanah tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan
dengan kapasitas tertentu tidak memiliki izin usaha perkebunan
3) Setiap orang
yang dengan sengaja membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang
berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup
4) Setiap orang
yang melakukan pengolahan, dan/atau pemasaran hasil perkebunan
5) dengan sengaja
melanggar larangan:
a.
memalsukan
mutu dan/atau kemasan hasil perkebunan;
b.
menggunakan
bahan penolong untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan; dan atau
c.
mencampur
hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain; yang dapat membahayakan
kesehatan dan keselamatan manusia,
merusak fungsi lingkungan hidup, dan/atau menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat,
6) Setiap orang
yang dengan sengaja melanggar larangan menadah hasil usaha perkebunanyang
diperoleh dari penjarahan dan/atau pencurian.
Penegasan yang sudah termaktub secara jelas didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan tentu menjadi landasan normatif yang mengikat dan harus ditaati bukan hanya diterpakan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Paser saja namun, juga harus ditaati oleh pihak investor/ pemodal dan yang lebih terpenting adalah kesadaran masyarakat yang cenderung pragmatis agar juga turut serta dalam mentaati aturan yang ada. Sehingga, dengan adanya ketaatan dan sadar hukum celah-celah tindak pidana korupsi didalam sektor perkebunan dapat diminimalisir dan pengeloaan hasil perkebunan dapat dilaksanakan selaras dengan perkembangan jaman serta diperuntukan sebesar-besarnya demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Kabupaten Paser.
Penulis
Fajrian Noor
09/11/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar