Sore itu, secangkir kopi hitam pahit menemani duduk
santai saya. Di depan pekarangan rumah. Hari itu, pula saya betul-betul
merasakan waktu luang beristirahat dirumah.
Tanaman-tanaman hias milik mama saya yang tertata rapi diatas pagar.
Begitu sedap dipandang mata, bersamaan dengan duduk santai ini pula, saya
mengamati lingkungan sekitar rumah saya. Suara adzan ashar sore itu begitu
merdu dilantunkan. Entah…suara adzan ashar ini, berasal dari tape recorder.
Atau seorang muadzin yang melantunkannya.
Mushola, hanya sekira 100 meter dari rumah saya. Sore itu
juga, mushola kecil sederhana ini, dipenuhi anak-anak untuk belajar mengaji.
Tidak banyak, warga muslim ditempat ini. hanya, beberapa kepala keluarga saja.
Termasuk, keluarga saya, selebihnya didominasi oleh warga Kristen. Pandangan
saya, akan jauh sekali berbeda jika saya menyinggung. Toleransi keyakinan
beragama di tempat ini. berbicara toleransi pasti berbicara pula penghormatan
terhadap keyakinan beragama umat lain.
Pemahaman dangkal atau doktrinisasi, mahzab tertentu yang
dimaknai berlebihan. Menjadi jurang pemisah bagi warga muslim ditempat ini,
untuk saling menghormati antar pemeluk. semisal, dalam merayakan hari besar
keagamaan baik itu idul fitri dan hari raya natal. ketika warga muslim merayakan
hari besar Idul Fitri warga Kristen datang berbondong-bondong ikut meramaikan
serta memberi ucapan selamat kepada warga muslim.
Sementara,
ketika perayaan natal tidak satupun
warga muslim datang bertamu, ataupun hanya sekedar berjabat tangan. Saya juga
tidak pernah mengetahui alasanya kenapa bisa terjadi di lingkungan tempat
tinggal saya ini. pemahaman yang terbangun di fikiran saya jika berbicara
keyakinan memang, dangkal lantaran saya bukan tokoh agama dan bukan pula ustad.
Namun, saya bukan seorang apatis yang tidak perduli
dengan persoalan keyakinan. Saya islam, saya memiliki tuhan. Tapi, perbedaan
keyakinan beragama, seharusnya tidak dimaknai menjadi sebuah persoalan yang
berdampak pada hilangnya persatuan di negeri ini. toh….didalam Pancasila, sila
pertama sudah ditegaskan “Ketuhanan Yang
Maha Esa” artinya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertuhan. Dan negara
juga menjamin kebebasan warga nya untuk memeluk agama sesuai dengan
keyakinannya masing-masing. Bahkan, Lahirnya, sebuah peradaban di negeri ini. juga tidak terlepas dari keyakinan agama
yang berbeda-beda. Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu bahkan atheis
sekalipun, juga ambil bagian dalam membangun peradaban bangsa ini.
Dengan
mempelajari sejarah perkembangan agama
di negeri ini, serta mengambil makna keragaman budaya dan agama.
Sekaligus meyakini bahwa tidak ada agama yang berhak mengklaim sebagai pemilik
sesungguhnya negeri ini. kita juga bisa berkaca dari masa lalu mengenai
keikhlasan dan toleransi. Islam dan Kristen adalah sebuah agama besar yang di yakini hampir seluruh belahan
dunia.
Seorang,
Ir Soekarno pemimpin bangsa ini, saya fikir lebih mengedepankan persatuan-dan
kesatuan bangsanya melalui perbedaan keyakinan beragama. Tanpa, menonjolkan
agama tertentu. Seperti, yang disampaikan
Ir. Soekarno dalam pembelaanya di depan sidang pengadilan Bandung tanggal 2
Desember 1930 Ir. Sukarno mengatakan.“ Sekalipun kita berlainan agama dengan
golongan lain setanah air, namun sesungguhnya sama sama putera ibu pertiwi,
Indonesia. Apakah golongan Kristen membiarkan agama yang mulia itu diperalat
guna kepentingan memecah persatuan nasional kita dan memisahkan golongan bangsa
kita yang satu dengan yang lain “.
Dominasi
golongan Islam di negeri ini, jika dilihat dari indikator komunitas memang
memiliki pengaruh besar. Seperti, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, jaringan islam
liberal, Ahmadiyah. Belum lagi komunitas agama seperti, FPI, HTI. Tapi, apakah
Islam mengajarkan kita pemeluknya untuk
menindas dan menzholimi umat lain ? saya beranggapan, tokoh-tokoh Islam di
negeri ini bisa berfikir secara objektif dan bisa menyimpulkan. Perjuangan
Islam tidak harus menggunakan label Islam. Perjuangan Islam harus ditujukan
untuk mencapai cita cita Islam, seperti keadilan, kesejahteraan rakyat dan
penghormatan pada kemanusiaan.
Persoalan
keyakinan agama, itu milik individu kebebasan untuk menjalankan keyakinannya
juga milik individu dan orang, tidak berhak untuk mengintervensi itu. Segala pertanggung jawaban dosa atas
konsekuensi keyakinan yang dianut, tanggung jawab individu terhadap tuhanya.
Seperti apa yang disampaikan seorang tokoh agama, KH. Qurais sihab pernah
berkata,“ semua agama ada kepercayaan
siapa yang benar? Hanya allah yang dapat putuskan, dan putusan itu kelak dihari
kiamat, maka tak usah bertengkar”.[1]
Penulis
Fajrian Noor
Wakil Ketua
Forum Komunikasi Pemuda
Antar Agama (FKPAA) Kaltim
[1] Catatan ini,berdasarkan
kejadian dilingkungan tempat tinggal saya . dan saya tulis bertepatan dengan
hari Natal tanggal 25 Desember 2013
pukul 5:44 Wita.
Oh, sungguh mencerahkan tulisan dari aktivis lintas agama ini.
BalasHapus