Dibutuhkan
karena upah murah atau kebutuhan biologis ?
Peran
serta perempuan dalam pengolahan sumber daya alam di Kalimantan Timur.
Sejogyanya menjadi perhatian pemerintah untuk memberikan porsi keterwakilan
bagi perempuan Terutama dalam pengelolaan sumber daya alam di sektor
pertambangan. Dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mengakomodir
keterlibatan perempuan hanya 1,2 % presentasi dari jumlah perusahaan tambang
yang berdiri dikalimantan timur.
Stereotype peran serta perempuan yang terbangun di sektor
pertambangan selalu mendeaskriditkan posisi perempuan. Anggapan bahwa perempuan
memiliki perbedaan fisik jauh lebih lemah daripada laki-laki yang dipekerjakan
di sektor pertambangan menjadi persepsi mutlak yang tidak dapat dirubah.
Perempuan yang dipekerjakan di sektor pertambangan dianggap perempuan lebih
teliti dan hati-hati. Karena hal itu mayoritas pekerja perempuan yang memiliki sumber
daya manusia yang memadai dalam sektor pertambangan di pekerjakan di bagian
administrasi.
Sementara, bagi
perempuan yang tidak memiliki sumberdaya manusia yang memadai, tidak
ditempatkan dalam posisi yang layak ketika bekerja di sektor pertambangan. Perlakuan
Diskriminasi terhadap pekerja perempuan di sektor pertambangan masih kerap
dialami. Terutama bagi pekerja perempuan diposisi pekerja harian lepas tambang
karungan yang banyak dijumpai di berbagai perusahaan tambang di Kalimantan
Timur. Pemberian standarisasi upah bagi pekerja perempuan yang berstatus pekerja
harian lepas tambang karungan memang sama dengan pekerja laki-laki namun, upah
tersebut tidak sesuai dengan resiko keselamatan jiwa ketika bekerja yang kerap
terjadi bagi pekerja perempuan lepas tambang karungan, ditambah lagi minimnya jaminan
kesehatan dan perlindungan keselamatan kerja yang diberikan perusahaan
pertambangan mengakibatkan posisi perempuan semakin termarjinalkan.
Padahal jika merujuk
pada ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
berdasarkan pasal (5) menyatakan secara tegas persamaan kesempatan kerja tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Selain itu, ditegaskan kembali di
dalam di pasal 32 ayat (1) penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan
asas terbuka bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
Artinya, peran serta pekerja perempuan jika merujuk pada ketentuan UU No 13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Barang tentu, dalam pelaksanaanya tidak
boleh dikesampingkan hak-haknya sebagai pekerja.
Permasalahan semakin pelik
dialami perempuan dilokasi pertambangan, tidak hanya dalam aspek pengolahan
sumber daya alam di sektor pertambangan. Kebijakan investasi dalam Pengolahan sumber
daya alam di bidang pertambangan mendorong munculnya praktek prostitusi.
Sehingga, posisi peran serta perempuan kian hari semakin termarjinalkan
lantaran,praktek-praktek prostitusi di sektor pertambangan yang melibatkan perempuan
sebagai objek seksualitas kian menjamur. Hampir disetiap Lokasi pertambangan di
Provinsi Kalimantan Timur terdapat lokasi prostitusi, perempuan diperkerjakan
di warung-warung kopi yang menawarkan pelayanan “esek-esek”. Meskipun, tidak
dapat dinafikan bahwa muculnya praktek prostitusi di berbagai lokasi
pertambangan selain untuk kebutuhan biologis. Dampak dari minimnya sumber daya
manusia yang memadai, mengakibatkan sulitnya perempuan di lokasi pertambangan
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lantaran, kebutuhan ekonomi yang setiap tahunya
semakin meningkat. Sehingga, memaksa posisi perempuan untuk terjun didalam
praktek-praktek prostitusi dilokasi pertambangan.
Seharusnya diskriminasi yang
dialami oleh perempuan di lokasi pertambangan baik dalam hal, keterwakilan
posisi perempuan untuk turut serta dalam pengolahan sumber daya alam. Maupun,
posisi perempuan dalam praktek-praktek prostitusi itu, seharusnya dapat dicegah
dan diminimalisir keberadaannya. Tentu, dengan kebijakan-kebijakan yang
preventif dari pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur. Dengan, tolak ukur
persamaan hak bagi setiap warga Negara Indonesia untuk menjamin perlakuan yang
sama antara warga negara yang satu dan yang lainya tanpa memperdulikan latar
belakangnya. Sebagaimana, penegasan pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 39
tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia
menyebutkan, “Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi
yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama
sesuai dengan martabat kemanusiaannya didepan umum”. Serta
ditegaskan kembali didalam Konvenan Hak Sipil Politik pasal 6 ayat (1)
menyebutkan, “Setiap manusia mempunyai hak hidup yang melekat pada dirinya. Hak
ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun dapat dirampas hak hidupnya
secara-sewenang-wenang”.
Kekayaan sumber daya
alam di sektor pertambangan yang melimpah dengan kandungan penuh harta karun
yang dimiliki provinsi Kalimantan timur dengan luas wilayah Kalimantan timur
10% dari luas wilayah Indonesia yaitu, 245.237,8 Km2 atau 24.523.780 Ha. Justru
tidak menempatkan posisi perempuan sebagai warga Negara Indonesia dengan
persamaan hak perlakuan dan perlindungan yang sama dengan laki-laki. Keberadaan
perusahaan tambang di provinsi Kalimantan timur pada prinsipnya mengancam
perempuan baik peran produktif maupun peran reproduktifnya. Ancaman terhadap peran reproduktif perempuan berarti
ancaman bagi kelangsungan hidup manusia. Pada hakikatnya, perempuan diyakini
sejak lama sebagai penjaga kelangsungan hidup manusia dan pemelihara keluarga.
Jika, permasalahan yang dialami perempuan di sektor pertambangan tidak segera
disikapi serius oleh pemerintah provinsi kalimantan timur. Tentunya, perlakuan diskriminasi yang
terjadi akan sulit diselesaikan, apalagi untuk meminimalisir praktek-praktek
prostitusi yang terjadi di sektor pertambangan barang tentu jauh panggang dari
api.
Penulis : Fajrian Noor
Mahasiswa Fakultas Hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar